Mengasihi Tuhan karena Siapa Dia: dari Sudut Pandang Seorang Pendeta
Dari Gospel Translations Indonesian
Oleh John Piper Mengenai Penggembalaan
Terjemahan oleh Paulin Keren Gloria
Anda dapat membantu kami memperbaiki terjemahan ini dengan meninjau untuk meningkatkan akurasi terjemahan. Pelajari lebih lanjut (English).
Salah satu penemuan penting yang saya dapatkan adalah kebenaran ini: Tuhan sangat dimuliakan di dalam saya ketika saya sangat dipuaskan di dalam Tuhan. Inilah motor yang mendorong saya sebagai seorang pendeta. Ini sangat memengaruhi segala hal yang saya lakukan.
Entah saya makan atau minum, atau berkhotbah, atau memberi konseling, atau apa pun yang saya lakukan, tujuan saya adalah memuliakan Tuhan dengan cara saya melakukannya (1 Kor 10:31). Yang berarti tujuan saya adalah melakukannya dengan cara yang menunjukkan bagaimana kemuliaan Tuhan telah memuaskan kerinduan hati saya. Jika khotbah saya menyembunyikan bahwa Tuhan bahkan belum memenuhi kebutuhan saya sendiri, itu akan menjadi sebuah penipuan. Jika Kristus tidak menjadi kepuasan dalam hati saya, apakah orang akan bisa memercayai saya ketika saya mewartakan firmanNya, “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.” (Yoh 6:35)?
Kemuliaan roti adalah bahwa ia memuaskan seseorang. Kemuliaan air hidup adalah bahwa ia memuaskan dahaga. Kita tidak menghargai air segar yang murni dari mata air pengunungan dengan membawa berember-ember air ke sana untuk memberikan kontribusi dari kolam-kolam yang di bawah. Kita menghargai sebuah mata air dengan merasa haus, dan berlutut, dan minum dengan gembira. Lalu kita berkata, "Ahhhh!" (itulah penyembahan!); lalu kita melakukan perjalanan dengan kekuatan dari mata air tersebut (itulah pelayanan). Mata air pegunungan sangat dimuliakan ketika kita sangat puas dengan airnya.
Tragisnya kebanyakan dari kita telah diajarkan bahwa melakukan kewajiban kita, bukan bersukacita di dalam Tuhan, adalah cara untuk memuliakan Allah. Namun kita tidak diajarkan bahwa bersuka di dalam Tuhan adalah kewajiban kita! Dipuaskan di dalam Tuhan bukan sekadar tambahan opsional untuk kewajiban kekristenan yang sesungguhnya. Inilah hal paling mendasar yang Tuhan minta dari semuanya. "Bergembiralah karena TUHAN" (Mazmur 37: 4) bukanlah sebuah saran tetapi perintah. Demikian juga: "Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita," (Mazmur 100: 2) dan "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan" (Filipi 4: 4).
Beban pelayanan saya adalah menjelaskan kepada orang lain bahwa "Sebab kasih setia-Mu lebih baik dari pada hidup" (Mazmur 63:3). Dan jika itu lebih baik daripada hidup, maka itu lebih baik dari semua yang ditawarkan oleh dunia dalam hidup ini. Artinya, yang memuaskan kita bukanlah karunia-karunia dari Tuhan, namun kemuliaan Tuhan itu sendiri - kemuliaan cintaNya, kemuliaan kekuatanNya, kemuliaan dari kebijaksanaan, kekudusan, keadilan, kebaikan, dan kebenaranNya.
Karena inilah Pemazmur, Asaf, menyerukan, “Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya” (Mazmur 73:25-26). Tak ada sesuatu pun di bumi – tak satu pun ciptaan Tuhan – yang dapat memuaskan hati Asaf. Hanya Tuhan saja. Inilah yang dimaksud oleh Daud ketika dia berkata pada Tuhan, “Engkaulah Tuhanku, tidak ada yang baik bagiku selain Engkau!” (Mazmur 16:2).
Daud dan Asaf mengajarkan kepada kita dengan kerinduan mereka yang berpusat pada Tuhan bahwa anugerah kesehatan, kekayaan, dan kemakmuran tidak dapat memuaskan kita. Hanya Tuhan saja. Menjadi sebuah kesombongan jika tak berterima kasih kepadanya atas pemberiannya (“Janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!” Mazmur 103:2). Namun itu akan menjadi penyembahan berhala jika kita mengatakan kebahagiaan karena menerima anugerah Tuhan adalah cinta kita pada Tuhan. Saat Daud berkata pada Tuhan: “Di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa,” (Mazmur 16:11), maksud Daud adalah hanya kedekatan pada Tuhan merupakan satu-satunya pengalaman yang dapat memuaskan kita dunia ini.
Bukan anugerah Allah yang dirindukan Daud seperti seorang kekasih yang gundah gulana. “Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup” (Mazmur 42:1-2). Yang ingin Daud alami adalah pernyataan kuasa dan kemuliaan Tuhan: “Ya Allah, Engkaulah Allahku, aku mencari Engkau, jiwaku haus kepada-Mu, tubuhku rindu kepada-Mu, seperti tanah yang kering dan tandus, tiada berair. Demikianlah aku memandang kepada-Mu di tempat kudus, sambil melihat kekuatan-Mu dan kemuliaan-Mu” (Mazmur 63:1-2). Hanya Tuhan yang akan memuaskan hati-hati seperti hati Daud. Juga, Daud adalah seseorang yang menuruti kehendak Tuhan. Untuk itulah kita diciptakan.
Inilah esensi dari mencintai Tuhan — dipuaskan di dalam Dia. Di dalam dia! Mencintai Tuhan termasuk menaati semua perintahNya; itu akan mencakup memercayai semua FirmanNya ; itu termasuk mengucapkan syukur atas semua anugrahNya; namun esensi sesunguhnya dari mencintai Allah adalah bersukacita, menikmati Tuhan karena siapa Dia. Dan kesukaan di Tuhan inilah yang paling memuliakan Tuhan.
Kita pasti memahami hal ini baik ini secara intuitif juga dari Alkitab. Apakah kita merasa paling tersanjung karena kasih seseorang yang melayani kita karena sekadar kewajiban, atau karena orang tersebut melayani kita karena merasa bahagia bersekutu dengan kita? Istri saya merasa sangat terhormat ketika saya berkata, "Aku sangat bahagia bisa menghabiskan waktu bersamamu." Kebahagiaan saya adalah gaung dari keunggulannya. Demikian juga dengan Tuhan. Dia paling dimuliakan di dalam kita ketika kita paling merasa dipuaskan di dalamNya.
Kita semua belum mencapai kepuasan sempurna di dalam Allah. Saya masih sering berduka karena gerutu hati saya yang kehilangan kenyamanan duniawi. Namun saya telah merasakan bahwa Tuhan begitu baik. Oleh anugerah Tuhan, saya sekarang mengetahui sumber dari sukacita abadi. Sehingga saya senang menghabiskan hari-hari saya memikat orang lain dalam sukacita itu sampai mereka mengatakan pada saya, “Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah TUHAN seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN dan menikmati bait-Nya” (Mazmur 27:4).