Keselamatan yang Terbesar/Buah-Buah Pembenaran (I)
Dari Gospel Translations Indonesian
Oleh Robin Boisvert
Mengenai Injil
Bab 8 buku Keselamatan yang Terbesar
Terjemahan oleh Yenny Sukarta
Anda dapat membantu kami memperbaiki terjemahan ini dengan meninjau untuk meningkatkan akurasi terjemahan. Pelajari lebih lanjut (English).
Apakah Anda pernah memperhatikan betapa sedikitnya buku-buku Kristen yang memiliki cover menarik? Oh, ada beberapa, tentu – seperti buku Franky Schaeffer A Time for Anger, dengan lukisan dari Pieter Brueghel “Orang Buta Menuntun Orang Buta.” Lukisan itu begitu menggugah saya sehingga saya mencari kopinya dan membingkainya untuk kantor saya. Dan ada juga gambar-gambar mengagumkan di sampul Chronicles of Narnia milik C.S. Lewis yang siap membawa Anda ke sana. Salah satu sampul buku yang paling menarik yang pernah saya lihat tampak di sebuah seri pamflet. Illustrasinya menunjukkan seorang pria sedih dan kesepian yang sedang memandang kosong keluar jendela sebuah sel penjara. Saat Anda melihat, Anda menjadi sadar bahwa pintu selnya terbuka di belakangnya. Tetapi ia tidak memperhatikannya. Kalau saja ia menoleh ia akan melihat bahwa ia dapat berjalan keluar seperti orang bebas. Tetapi ia tetap terpenjara karena ketidaktahuannya sendiri.
Intinya cukup jelas. Banyak orang Kristen – bukan, kebanyakan orang Kristen – adalah seperti pria ini. Secara tragis mereka tidak menyadari kebebasan dan hak-hak lebih yang adalah milik mereka melalui injil Yesus Kristus. Mereka adalah orang-orang kudus yang tidak perlu terpenjara.
Merubah gambaran ini sedikit saja, sejumlah budak terus hidup seperti sebelumnya bahkan setelah Proklamasi Emansipasi. Sebagian mereka tetap berada di kegelapan tentang dimana mereka sekarang berdiri. Sebagian lain, walaupun menyadari kebebasan mereka, tidak pernah berjalan keluar tempat perbudakan karena takut. Kebebasan menuntut keberanian dan membawa bersamanya tanggung jawab yang besar.
Kelihatannya injil hanya membuat perbedaan kecil dalam hidup orang Kristen yang tak terhitung jumlahnya. Meskipun mereka telah sungguh dibenarkan dan penghukuman telah dibatalkan, masalah yang sama sepertinya mengganggu mereka. Ketakutan, kebiasaan, dan keraguan yang sama yang mengkarakterisasi hidup mereka sebelum mereka percaya Kristus masih tetap memegang kendali. Mengapa? Menurut saya satu alasan terbesar adalah ketidaktahuan. Bagi tidak sedikit orang Kristen, Alkitab masih menjadi buku tertutup. Fakta bahwa warisan besar telah disediakan bagi mereka yang dibenarkan oleh Allah seperti belum menjadi jelas buat mereka.
Pengetahuan akan Firman Tuhan yang terus bertumbuh adalah sangat vital. Di saat Anda membaca, menghafal dan merenungkan Firman Tuhan, Anda akan mulai merasakan penyediaan yang mengagumkan yang diberikan Allah. Dua bab terakhir dari buku ini akan mengekplorasi buah-buah dari pembenaran kita, warisan kita di dalam Kristus. Sisa keraguan yang masih ada di pikiran kita mengenai tujuan dan takdir Tuhan harus dijelaskan saat kita menginventori keuntungan-keuntungan dari keselamatan yang agung ini.
Daftar isi |
Turun dari Kursi Kayu
Gambaran sekitar doktrin pembenaran datang langsung dari pengadilan hukum, seperti yang kita pelajari di bab sebelumnya. Allah, Pemberi hukum dan Hakim dari seluruh bumi, telah mengeluarkan sebuah deklarasi yang membebaskan orang berdosa yang terhukum dari semua kesalahan. Pembenaran memberi kita status baru di hadapan Allah dan mengampuni kita dari semua dosa dan hukumannya. Walaupun kita adalah orang-orang kriminal tertuduh yang sedang menunggu dalam barisan Hukuman Mati yang tidak bisa dihindari, Sang Hakim mengampuni kita dan menghancurkan catatan-catatan kriminal kita. Betapapun mengagumkannya hal ini, ada aspek pembenaran yang bahkan lebih mengagumkan.
Saya pernah berada di ruang sidang, dan itu bukanlah tempat yang penuh keceriaan. Anda tidak dapat menjadi diri Anda sendiri. Adalah tidak pantas untuk tertawa keras atau mengangkat kaki Anda. Tidak seorang pun berpikir untuk bertemu hakim setelah sidang untuk makan es krim ataupun menonton pertandingan bola basket. Ada peraturan perilaku tertentu yang harus dipertahankan, formal dan mengintimidasi – dan memang dimaksudkan begitu. Hal ini tidak kurang benar di hadirat Hakim yang berdaulat.
- “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau” (Ibr 13:5).
- “Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu” (1Kor 10:13)
- “Barangsiapa percaya kepada-Ku akan melakukan pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa” (Yoh 14:12)
- “Ia yang memulai pekerjaan yang baik diantara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus” (Flp 1:6)
- “Kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; jikalau kamu anak, maka kamu juga adalah ahli-ahli waris” (Gal 4:7).
Tetapi ada perbedaan yang sangat besar antara pengadilan di surga dan di bumi. Setelah menyatakan kita bebas dari segala tuduhan dan penghakiman, Tuhan memilih untuk tidak pergi ke ruangan-Nya, seperti yang dikira. Tetapi, Ia mendobrak semua standard dengan turun dari bangku kayu, mengumpulkan kita di tangan-Nya, dan lalu menggendong kita dari ruang sidang ke ruang keluarga.
Memiliki Allah sebagai Bapa kita adalah sungguh mengagumkan. Firman Tuhan telah menjelaskan bahwa kita berhubungan dengan Tuhan dengan intim dan secara legal. Bukan itu saja, tetapi untuk menjadi anak-anak-Nya mendatangkan hak-hak khusus. Paulus mendeskripsikannya seperti ini: “Roh itu bersaksi bersam-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah. Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris – orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus” (Rom 8:17).
Sementara pembenaran bagi kita adalah pemberian gratis, pembenaran itu dibayar Allah dengan Anak-Nya. Pembenaran itu dibayar oleh nyawa Anak-Nya. Dan pembenaran itu dibayar oleh keangkuhan kita, karena satu-satunya cara untuk menerima pemberian ini adalah dengan datang kepada Tuhan dalam kerendahan hati dan pertobatatan iman.
Apa Semua Ini
Anak Allah, Ahli Waris Allah, Ahli Waris bersama Kristus. Apa arti semua itu? Mari kita bangun satu fakta penting. Yesus Kristus, Anak tunggal Allah, adalah ahli waris Bapa yang sah dan sebenarnya. Kalau ada warisan yang kita miliki itu hanya karena kita berada di “dalam Kristus” (Ef 2:7). Apalagi, Kristus sendiri adalah warisan ini. Dia adalah damai kita, Dia adalah kebenaran kita, pengharapan kita, penyucian dan penebusan kita. Di dalam Dia tersembunyi semua harta hikmad dan pengetahuan. Dialah kebangkitan dan hidup. Hal terbesar yang kita akan pernah terima dari Allah adalah Yesus sendiri.
Adalah juga penting untuk memahami bahwa keselamatan datang bukan melalui sebuah doktrin melainkan melalui sebuah Individu. Kita tidak diselamatkan oleh pembenaran, tetapi oleh Yesus. Waktu kita mengambil waktu untuk mempelajari Firman Tuhan kita menghadapi resiko menjadi seorang ahli doktrin tetapi tidak kompeten dalam pengetahuan sejati akan Tuhan kita. Dan mengenal Tuhan adalah segalanya.
Seorang kawan saya mengatakan pada saya cerita berikut ini tentang Scott McGregor, orang Kristen berdedikasi dan seorang pelempar bola baseball kidal yang terkenal untuk Baltimore Orioles di tahun 70 dan 80an. Suatu ketika, di satu momen genting di dalam permainan, Scott menemukan dirinya berhadapan dengan seorang pemukul bola berbahaya dengan orang-orang pencetak angka. Ia mengambil waktu cukup untuk mempelajari situasi ketika seorang wanita tidak sabar di kotak tempat duduk di belakang kandang pemain Orioles berteriak, “Yesus Kristus! Lempar bolanya!”
- Hal-hal terpuji apakah yang orang-orang ini capai?
- Apakah empat kata penilaian Tuhan terhadap mereka?
- Dalam satu kalimat, bagaimana Anda akan merangkum kesalahan fatal mereka?
Bukan tidak umum untuk mendengar nama Tuhan digunakan sembarangan di permainan bola. Tetapi dalam peristiwa ini McGregor begitu tersentak sehingga ia hampir kehilangan konsentrasi. Setelah mengembalikan dirinya sendiri, ia dapat melempar dengan benar dan pemukulan bola berakhir. Lalu ia melakukan sesuatu yang sangat berbeda, sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh pemain. Ketika ia berjalan kembali ke kandang pemain ia menatap langsung ke wanita tadi dan bicara dengannya. Dalam nada yang terganggu namun lembut, penuh keprihatinan terhadap wanita itu dan Tuhannya, ia berkata, “Ibu, kalau kamu sungguh mengenal Dia, kamu tidak akan pernah menyebut nama-Nya seperti itu.”
McGregor mendemonstrasikan bahwa Kekristenan adalah lebih dari sekedar sebuah kebenaran untuk dipercayai. Kekristenan adalah sebuah kehidupan untuk dijalani dan, di atas segalanya, satu Tuhan untuk dicintai.
Waktu memikirkan sesuatu seluas, seajaib warisan yang kita miliki di dalam Kristus, digambarkan Paulus sebagai “kekayaan kasih karunia-Nya yang melimpah-limpah” (Ef 2:7), sangat sulit untuk mengetahui dimana harus mulai. Menariknya, Paulus juga memiliki masalah yang sama. Di dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, ia begitu terbawa oleh implikasi pembenaran yang begitu besar. Saat ia berusaha menghubungkan semua yang Tuhan telah lakukan dan sedang lakukan di pasal pertama, ia mulai dengan kalimat di ayat tiga yang berakhir sampai sebelas ayat kemudian. Secara tata bahasa memang tidak cantik, namun hatinya yang penuh mengalir memberi kesaksian akan anugerah Tuhan yang tidak terselami.
Perikop berikut dari surat Paulus kepada jemaat di Roma menyediakan titik mula yang sangat bagus “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah” (Rom 5:1-2). John Stott menjelaskan pentingnya perikop ini:
- Pasal-pasal awal dari [kitab Roma] didedikasikan untuk kebutuhan dan jalan pembenaran. Semua itu bertujuan menjelaskan bahwa semua manusia adalah berdosa di bawah penghakiman Allah yang adil, dan dapat dibenarkan hanya melalui penebusan yang di dalam Yesus Kristus – melalui anugerah semata, melalui iman saja. Di poin ini, setelah membeberkan kebutuhan dan penjelasan jalan pembenaran, Paulus meneruskan dengan menggambarkan buah-buahnya, hasil dari pembenaran dalam hidup sebagai anak dan ketaatan di dunia dan kehidupan lanjut yang penuh kemuliaan di surga (penekanan ditambahkan).[3]
Bab ini akan melihat tiga buah dari pembenaran: damai dengan Allah, pengampunan dosa, dan proses penyucian. Di bab terakhir buku ini kita akan mengkaji pengadopsian kita di dalam Kristus serta pengharapan kita akan kemuliaan di masa depan.
Damai dengan Allah
Perdamaian dengan Allah menggarisbawahi semua yang lain yang kita terima dalam Kristus. Perdamaian ini adalah hadiah yang menaruh berkat-berkat lain dalam perspektif. “Urusan utama dari injil Kristen adalah bukan untuk memberi kita berkat,” tulis D. Martyn Lloyd-Jones. “Tujuan utamanya adalah untuk mendamaikan kita dengan Allah.”[4] Berdamai dengan Allah berarti kita berada di posisi perujukan dengan-Nya. Pernyataan pembenaran telah menjauhkan semua halangan antara Allah dan manusia. Walau tentu saja ada yang namanya damai dari Allah yang subyektif (yang bisa dirasakan), apa yang ada di benak Paulus dalam Roma 5:1 adalah fakta obyektif bahwa injil telah menghapuskan segala sesuatu yang memisahkan kita dari Allah.
Untuk mendamaikan berarti menyatukan apa yang telah terpisah karena pemusuhan. Contoh utama dari arti ini ditemukan di kotbah Stefen kepada Sanhedrin ketika ia menceritakan kembali peristiwa kehidupan Musa: “Pada keesokan harinya ia muncul pula ketika dua orang Israel sedang berkelahi, lalu ia berusaha mendamaikan mereka, katanya: Saudara-saudara! Bukankah kamu ini bersaudara? Mengapakah kamu saling menganiaya?” (Kis 7:26). Versi Alkitab King James menerjemahkan “mendamaikan” di konteks ini menjadi “membuat mereka satu kembali.” Kata Yunani yang dipakai adalah bentuk kata kerja dari kata yang biasa diterjemahkan “damai.” Apa yang penting bagi kita untuk diingat adalah bahwa sekarang, dari titik pandang Allah, tidak ada lagi permusuhan antara Allah dan mereka yang telah dibenarkan. Amarah dan murka-Nya terhadap dosa telah diekspresikan dengan adil dan dipuaskan penuh di Salib. Perseteruan telah berakhir. Perdamaian telah dibuat.
Tidak hanya konflik telah diselesaikan, tetapi semua masalah hukum yang berasal dari permusuhan sebelumnya telah dihapuskan, tidak pernah muncul lagi: “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi merkea yang ada di dalam Kristus Yesus…Siapakah yang akan menggugat orang-orang pilihan Allah? Allah, yang membenarkan mereka?” (Rom 8:1,33). Kalau pengadilan tertinggi di jagad raya ini telah menyatakan kita benar, tidak ada gugatan yang bisa menempel.
Berhati-hatilah bahwa frase “tidak ada penghukuman” tidak berarti “tidak ada tuduhan.” Kita telah menyinggungnya di bab pertama. Musuh jiwa kita meneruskan pekerjaan kotornya menyebarkan kata-kata yang melecehkan dan menembakan anak panah api, dan sering terjadi kita salah mengira pembetulan dan teguran Tuhan sebagai suara tuduhan iblis. Tetapi kenyataan bahwa Yesus telah mengambil tempat kita berarti kita tidak akan pernah harus berhadapan dengan penghukuman di penghakiman akhir. “Siapakah yang akan menghukum mereka? Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita?” (Rom 8:34). Dia yang satu-satunya memiliki otoritas untuk menghukum untuk selamanya telah memihak pada kita.
Mengetahui kita telah didamaikan dengan Allah membawa ketenangan bagi pikiran kita. Ini memampukan kita untuk mengalahkan rasa kuatir dan takut. Bahkan bila seluruh dunia melawan kita, kita tetap aman dalam Kristus. “Janganlah kamu takut terhadap mereka yang dapat membunuh tubuh dan kemudian tidak dapat berbuat apa-apa lagi,” Yesus menjelaskan kepada murid-murid-Nya, yang telah ditetapkan untuk menghadapi perlawanan hebat. “Aku akan menunjukkan kepadamu siapakah yang harus kamu takuti. Takutilah Dia, yang setelah membunuh, mempunyai kuasa untuk melemparkan orang ke dalam neraka” (Luk 12:4, 5). Allah, satu-satunya yang berharga untuk kita takuti, telah berinisiatif mengadakan perjanjian damai kekal dengan kita. Untuk orang Kristen yang dibangun di dalam kebenaran ini, bahkan ketakutan akan maut dikalahkan karena ancaman penghukuman tidak lagi eksis.
Pengampunan Dosa-Dosa
Berhubungan erat dengan perujukan dan damai dengan Allah adalah pengampunan dosa. Saya mungkin berlebihan, tetapi kelihatannya bagi saya kebenaran berharga ini berada dalam bahaya untuk dibenci. Ketika orang meratap. “Saya tahu saya telah diampuni, tetapi…,” saya tidak tahan untuk berpikir, Kamu tidak tahu bahwa kamu telah diampuni! Kalau kamu sungguh mengerti pengampunan masalahmu tidak akan terlihat seburuk itu. Seperti Lloyd-Jones implikasikan di dalam pernyatannya di halaman 63, kebutuhan terbesar manusia adalah pengampunan. Dan kalau Tuhan sudah mengampuni kita, masalah lain apapun yang kita punya pasti menjadi lebih kecil kalau dibandingkan.
Sekarang ini jarang terdengar orang-orang Kristen bersukacita karena diampuni Allah. Hal ini dapat dipahami di kultur yang memandang nilai diri yang rendah sebagai masalah yang lebih besar daripada diasingkan dari Allah. Namun kepekaan kita akan pengampunan secara langsung mempengaruhi kasih kita terhadap Allah. Itulah inti dari respon Tuhan terhadap Simon orang Farisi yang merasa diri benar. “Orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih,” kata Yesus padanya (Luk 7:47). Sebaliknya, mereka yang telah diampuni banyak – atau setidaknya menyadari betapa banyak mereka telah diampuni – banyak berbuat kasih. Setiap dari kita harus berada di kategori itu.
- Tuhan tidak dapat terus menerus mengampuni saya untuk dosa yang sama.
- Saya mungkin telah diampuni, tetapi Tuhan belum melupakan.
- Tidak ada yang gratis di dalam hidup – Tuhan pasti mengharapkan sesuatu bentuk pembayaran.
- Saya bersalah atas dosa yang tidak dapat diampuni.
- Setelah dosa nomor 491 Tuhan akan menolak saya (lihat Mat 18:22).
Pertimbangkan berikut ini:
- Pengampunan dosa datang kepada kita hanya atas dasar darah Yesus Kristus yang tercurah. “Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya” (Ef 1:7).
- Motif Tuhan mengampuni kita adalah kasih-Nya yang besar. Pengampunan-Nya adalah pekerjaan belas kasih dan cuma-cuma. “Dialah yang telah ditinggikan oleh Allah dengan tangan kanan-Nya menjadi Pemimpin dan Juruselamat, supaya Israel dapat bertobat dan menerima pengampunan dosa” (Kis 5:31)—dan orang bukan Israel juga.
- Pengampunan dosa membawa kepada pengetahuan keselamatan. Yesus datang “untuk memberikan kepada umat-Nya pengertian akan keselamatan yang berdasarkan pengampunan dosa-dosa mereka” (Luk 1:77).
- Memahami pengampunan membawa kepada rasa takut yang benar akan Allah. “Jika Engkau, ya Tuhan, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan? Tetapi pada-Mu ada pengampunan, supaya Engkau ditakuti orang” (Mzm 130:3-4).
- Pengampunan Tuhan adalah menyeluruh. “Aku, Akulah Dia yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena Aku sendiri, dan Aku tidak mengingat-ingat dosamu” (Yes 43:25).
Cerita berikut ini, diceritakan oleh Becky Pippert di dalam bukunya Hope Has Its Reasons, menunjukkan kekuatan pengampunan di dalam hidup seorang wanita. Berharga untuk dikutip secara panjang:
“Beberapa tahun yang lalu setelah saya selesai berbicara di sebuah konferensi, seorang wanita cantik datang ke podium. Ia tentu saja ingin bicara pada saya dan di saat saya berbalik menghadapnya, air mata keluar dari matanya. Kami pindah ke ruang dimana kami bisa bicara secara pribadi. Sangat jelas dari melihatnya bahwa ia sensitif tapi menderita. Ia menangis selagi ia mengatakan pada saya cerita berikut ini.
“Bertahun-tahun sebelumnya, ia dan tunangannya (yang sekarang ia nikahi) merupakan pekerja remaja di sebuah gereja konservatif besar. Mereka adalah pasangan yang cukup dikenal dan memiliki pengaruh yang luar biasa terhadap anak-anak muda. Semua orang menghormati mereka dan sangat mengagumi mereka. Beberapa bulan sebelum mereka menikah mereka mulai melakukan hubungan seks. Hal itu membebankan mereka dengan rasa bersalah dan kemunafikan. Tapi lalu ia menemukan dirinya hamil. ‘Anda tidak dapat membayangkan apa implikasi dari mengakui hal ini kepada gereja,’ katanya. ‘Mengaku bahwa kami mengajarkan satu hal dan menjalani hal yang lain adalah tidak bisa ditoleransi. Jemaat ini sangat konservatif dan tidak pernah disentuh oleh skandal apapun. Kami merasa mereka tidak akan dapat menangani keadaan bila mengetahui situasi kami. Kamipun tidak akan dapat menanggung rasa malu.
‘Lalu kami membuat keputusan yang paling mengerikan yang saya pernah buat. Saya menggugurkan kandungan. Hari pernikahan saya adalah hari terburuk dalam seluruh hidup saya. Setiap orang di gereja tersenyum pada saya, berpikir saya adalah pengantin perempuan bersinar dalam kepolosan. Tetapi tahukah Anda apa yang berada di kepala saya di saat saya berjalan di menuju altar? Yang dapat saya katakan pada diri saya adalah, ‘Kamu adalah seorang pembunuh. Kamu terlalu sombong sehingga tidak dapat menanggung rasa malu dan penghinaan bila kamu membuka siapa dirimu. Tetapi saya tahu siapa kamu dan Tuhan juga. Kamu telah membunuh bayi yang tidak bersalah.’
“Ia menangis begitu dalam sehingga ia tidak dapat berbicara. Saat saya memeluknya sebuah pemikiran datang pada saya dengan sangat kuat. Tapi saya merasa takut untuk mengatakannya. Saya tahu kalau ini bukan dari Tuhan bahwa ini dapat sangat menghancurkan. Maka saya berdoa dalam hati untuk hikmad untuk menolongnya.
“Ia melanjutkan. ‘Saya tidak percaya bahwa saya melakukan sesuatu yang begitu mengerikan. Bagaimana bisa saya membunuh nyawa yang tidak bersalah? Bagaimana mungkin saya bisa melakukan hal seperti itu? Saya mencintai suami saya, kami memiliki empat anak yang manis. Saya tahu Alkitab mengatakan bahwa Tuhan mengampuni semua dosa-dosa kita. Tapi saya tidak dapat mengampuni diri saya sendiri! Saya telah mengaku dosa ini beribu kali dan saya masih merasakan rasa malu dan menderita itu. Pikiran yang paling menghantui saya adalah bagaimana saya dapat membunuh nyawa yang tidak bersalah?’
“Saya mengambil nafas dalam dan mengatakan apa yang telah saya pikirkan. ‘Saya tidak tahu mengapa kamu begitu terkejut. Ini bukan pertama kali dosamu membawa kematian, ini adalah yang kedua.’ Ia melihat saya dengan penuh kebingungan. ‘Temanku sayang,’ saya melanjutkan, ‘ketika kamu melihat Salib, semua dari kita datang sebagai penyalib. Beragama atau tidak beragama, baik atau buruk, penggugur kandungan atau bukan penggugur kandungan – semua dari kita bertanggung jawab atas kematian dari satu-satunya orang tak bersalah yang pernah hidup. Yesus mati untuk dosa-dosa kita – masa lalu, sekarang, dan masa depan. Kamu pikir ada dosa-dosamu yang Yesus tidak perlu mati untuknya? Dosa kesombongan itu yang menyebabkan kamu menghancurkan anakmu adalah yang membunuh Kristus juga. Tidak peduli kamu tidak berada di sana dua ribu tahun yang lalu. Kita semua mengirim-Nya ke sana. Luther berkata bahwa kita membawa paku-paku-Nya itu di saku kita. Jadi kalau kamu telah melakukannya sebelumnya, lalu mengapa kamu tidak bisa melakukannya lagi?’
“Ia berhenti menangis. Ia melihat saya tepat di mata dan berkata, ‘Kamu sangat benar. Saya telah melakukan yang lebih buruk daripada membunuh bayi saya sendiri. Dosa sayalah yang telah membawa Yesus ke kayu Salib. Tidak peduli saya tidak berada di sana menancapkan paku, saya tetap bertanggung jawab atas kematian-Nya. Sadarkah Anda pentingnya ucapan yang Anda katakan pada saya, Becky? Saya datang pada Anda mengatakan saya telah melakukan hal terburuk yang bisa dibayangkan. Dan Anda mengatakan pada saya bahwa saya telah melakukan lebih buruk dari itu.’
“Saya menyeringai karena saya tahu itu adalah benar. (Saya tidak yakin bahwa pendekatan saya akan menjadi salah satu teknik konseling yang hebat!) Lalu ia berkata, ‘Tapi Becky, kalau Salib menunjukkan saya bahwa saya adalah lebih buruk daripada yang saya pernah bayangkan, Salib itu juga menunjukkan bahwa kejahatan saya telah diserap dan diampuni. Kalau hal terburuk yang manusia dapat lakukan adalah membunuh Anak Allah, dan itu dapat diampuni, lalu bagaimana bisa hal lain – bahkan aborsi – tidak diampuni?’
“Saya tidak akan pernah lupa rupa di matanya ketika ia duduk kembali dalam kekaguman dan dengan tenang berkata, ‘Bicara tentang anugerah yang besar.’ Kali ini ia menangis bukan karena penderitaan tapi karena rasa lega dan syukur. Saya melihat wanita yang sepenuhnya telah ditransform oleh pengertian yang benar akan Salib.”[7]
Pengampunan dosa adalah isu yang sangat penting. Ahli teologi English Puritan, John Owen, menulis sebuah essay tentang topik yang masih dianggap sebuah klasik. Eksposisi dari Mazmur 130 ini panjangnya lebih dari tiga ratus halaman, meskipun mazmur itu sendiri hanya terdiri dari delapan ayat. Pendahuluan dari editor memberikan beberapa masukan mengenai keadaan sekitar penulisan eksposisi itu. Sepertinya sebagai seorang pemuda Owen hanya memiliki pemahaman yang dangkal akan pengampunan Tuhan, “sampai Tuhan berkenan menengok saya dengan kesulitan yang menyakitkan, dimana saya dibawa ke mulut kubur, dan dimana jiwa saya tertekan oleh rasa ketakutan dan kegelapan; tapi Tuhan dengan murah hati membebaskan roh saya oleh aplikasi penuh kuasa dari Mazmur 130:4 yang darinya saya peroleh ajaran khusus, kedamaian dan penghiburan, dalam mendekat kepada Tuhan melalui Mediator, dan mengkotbahkannya langsung setelah saya sembuh.”[8]
Mazmur 130:4, seperti kita lihat di atas, menunjukkan bahwa takut akan Tuhan adalah pertumbuhan natural dari penerimaan akan pengampunan-Nya. Pada saat kita muda dan sehat masalah lain dapat terlihat begitu lebih penting. Tapi saat mata kita terbuka pada hal-hal yang bersifat kekal, mengetahui apakah kita sungguh diampuni akan membuat masalah-masalah lain menjadi tidak penting.
Penyucian melalui Kristus
Pembenaran memulai proses yang disebut penyucian, dimana kita makin menjadi serupa dengan Yesus. Sementara pembenaran membuat kita diampuni dan dikasihi, pembenaran tidak berbuat apa-apa terhadap karakter kita. Kita tetap orang pemberontak yang sama sebelum Tuhan menyelamatkan kita. Akan tragis jadinya jika Tuhan membiarkan kita sendiri. Kita tidak akan pernah bertumbuh, tidak pernah berubah, tidak pernah meningkat. Untungnya, meskipun Tuhan mengasihi kita apa adanya, Ia terlalu mengasihi kita untuk meninggalkan kita di sana.
Pusat doktrin penyucian adalah kebenaran bahwa kita disatukan dengan Yesus Kristus. Di dalam bukunya Men Made New, John Stott membuat pengamatan berikut:
- “Tema besar Roma 6, dan khususnya ayat 1-11, adalah bahwa kematian dan kebangkitan Yesus Kristus bukanlah hanya fakta sejarah dan doktrin penting, melainkan pengalaman pribadi orang Kristen yang percaya. Pengalaman-pengalaman tersebut adalah peristiwa-peristiwa yang kita sendiri alami. Semua orang Kristen telah disatukan dengan Kristus di dalam kematian dan kebangkitan-Nya. Selanjutnya, kalau ini benar, jika kita telah mati dengan Kristus dan dibangkitkan dengan Kristus, adalah tidak terbayangkan bahwa kita terus hidup dalam dosa.”[10]
Mungkin Anda berpikir ulang saat Anda melihat kata “tidak terbayangkan.” Kebanyakan kita menemukan tidak terbayangkan kalau kita dapat mungkin terus hidup diluar dosa! Apakah kemenangan atas dosa sebenarnnya mungkin?
Inilah dua jawaban yang umum. Sebagian mengatakan orang Kristen dapat mengharapkan hidup kemenangan di dunia akan datang, tetapi harus memasang penglihatan lebih rendah di dunia ini sekarang. Sebagian lagi telah mengalami pelepasan secara dramatis dari dosa yang menjijikan sehingga mereka merasa diri mereka imun terhadapnya. Kedua ekstrim ini berada di luar target. Walau aplikasi pelajaran membutuhkan usaha rohani, kita memiliki di bab enam kitab Roma semua ajaran yang kita butuhkan untuk meluruskan kita.
“Jika demikian apa yang hendak kita katakan?” tanya Paulus (ay.1). “Bolehkan kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu?” Ia mengantisipasi pertanyaan ini karena beberapa ayat sebelumnya ia berkata, “Dimana dosa bertambah banyak, disana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah” (Rom 5:20). Ia tahu bahwa pernyataan itu akan membawa sebagian orang untuk berpikir: “Kalau Tuhan dimuliakan dalam mengampuni dosa dan kalau kasih karunia bertambah dalam proporsi terhadap dosa, mengapa tidak membuat dosa lebih banyak lagi? Dengan begitu akan ada kasih karunia lebih dan Tuhan akan menerima lebih banyak kemuliaan!” Betapa kesimpulan yang bengkok dan melayani diri sendiri. Bahwa Paulus bahkan menyatakan masalah ini dengan cara ini mengindikasikan bahwa injilnya telah menjadi subyek penyelewengan. Namun berharga untuk dicatat, bahwa Paulus tidak mengambil kembali atau menulis ulang doktrin itu. Bila injil diberitakan dengan benar ia akan selalu menjadi rawan terhadap penafsiran salah ini.
Paulus dengan keras membantah idenya sendiri bahwa kasih karunia memimpin pada dosa yang lebih jauh: “Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?” (Rom 6:2). Kematian kita terhadap dosa, seperti Paulus jelaskan di ayat-ayat selanjutnya, terbungkus dalam kesatuan kita dengan Kristus yang tersalib. Waktu kita percaya pada Yesus, kita disatukan dengan-Nya. Transaksi iman terjadi dimana kita selamanya dianggap berada di “dalam Kristus,” yaitu, secara spiritual disatukan dengan-Nya. Kesatuan ini dilambangkan dengan baptisan. Seperti Yesus mati, dimakamkan dan bangkit dalam hidup teguh, baru, begitu pula kita mati bersama-Nya, dimakamkan bersama-Nya oleh baptisan, dan dibangkitkan untuk menjalani hidup baru di jalan yang baru.
- “Kamu pasti mempunyai iblis—mari mengusirnya keluar!”
- “Saya rasa kamu belum benar-benar diselamatkan.”
- “Dimana imanmu, saudariku?”
- “Mungkin diri lamamu sedang berada dalam koma sementara.”
- “Mari kita lihat pasal enam dan tujuh dari kitab Roma…”
Analogi alami terdekat dari kesatuan ini adalah pernikahan. Istri saya Clara dan saya memiliki identitas bersama (kami berdua memiliki nama belakang yang sama) dan kami disatukan dalam hati, pikiran, dan tubuh. Kami berbagi sumber-sumber – semua yang saya miliki adalah miliknya, dan sebaliknya. Sebagai hasilnya kami berdua diperkaya (meskipun disinilah analogi ini lemah – kita mendapatkan keuntungan satu sisi dari kesatuan kita dengan Kristus). Clara dan saya memakai cincin yang melambangkan kebenaran yang lebih dalam dari kesatuan kami. Tapi seperti cincin saya tidak membuat saya menikah, begitu juga baptisan tidak membuat saya seorang Kristen. Hal ini datang setelah fakta transaksi iman.
Apa tepatnya arti dari mati terhadap dosa? Saya mati terhadap dosa dalam pengertian bahwa rasa bersalah dan penghukuman yang menyatu dengan dosa (maut) tidak lagi bergelantungan pada saya. Tetapi lebih dari itu, hubungan saya terhadap dosa telah dirubah secara radikal. Sebelum saya dibenarkan, saya tidak tahan tidak berbuat dosa. Sekarang saya tidak lagi di bawah kuasa dosa. Hubungan tuan-hamba yang sebelumnya ada telah diakhiri selamanya. Perhatikan bahasa yang dipakai di Roma 6:12-14: “Hendaklah dosa jangan berkuasa lagi…Janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa…Kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa.” Ini adalah bahasa perbudakan dan Paulus berkata hal ini tidak lagi berlaku. Kewajiban kita terhadap dosa telah diakhiri – oleh kematian.
Kematian kita terhadap dosa melalui penyatuan kita dengan Kristus memiliki implikasi yang jauh. Masalah atau kebiasaan atau ingatan atau rahasia apa pun yang sekarang mempengaruhi pikiran dan perilaku Anda tidak perlu lagi melakukan itu. Mereka dapat berhasil ditolak. Orang yang sebelumnya dikuasai semua itu – diri Anda yang lama – telah mati. Dorongan berbuat dosa ini sekarang bukan lagi majikan Anda.
Lama sebelum ada orang yang mempopulerkan klaim bahwa hanya ada dua jenis orang di dunia ini (contohnya mereka yang tinggal di Oshkosh, Wisconsin dan mereka yang berharap mereka tinggal di sana), John Owen membuat kasifikasinya sendiri. Ia membedakan antara mereka yang di bawah kuasa dosa dan mereka yang mengira mereka berada di bawah kuasa dosa. Karena itu seorang pastor mempunyai dua tanggung jawab utama, seperti Owen ungkapkan dalam bahasa di jamannya:
- Untuk meyakinkan mereka yang di dalamnya dosa secara nyata menguasai bahwa sungguh itulah posisi dan keadaan mereka.
- Untuk memuaskan sebagian bahwa dosa tidak memiliki kuasa atas mereka, walaupun dosa itu terus gelisah di dalam mereka dan berperang melawan jiwa mereka; tapi kalau ini tidak bisa dilakukan, adalah tidak mungkin mereka dapat menikmati damai yang solid dan kenyamanan dalam hidup ini.[12]
Telah menjadi kehormatan bagi saya untuk melihat lebih dari sekali orang-orang mengatasi masalah kebiasaan-kebiasaan buruk dan berkepanjangan melalui pelajaran yang tekun serta aplikasi dari Roma 6. Kita tidak perlu terus menjadi orang-orang kudus yang terpenjara lagi. Sekali kita menyadari bahwa kita telah disatukan dengan Kristus dalam kematian dan kebangkitan-Nya, kita akan melihat Ia telah membuka pintu pelepasan kita lebar-lebar.
Diskusi Kelompok
- Pikirkan kembali ke ilustrasi pembuka tentang orang kudus yang terpenjara. Melambangkan apakah penjara itu? Apakah kuncinya?
- Konflik batin apa yang mungkin menahan seorang budak untuk berespon pada Proklamasi Emansipasi dicetuskan oleh Lincoln itu? Apa yang dapat menahan orang Kristen dari mengambil kebebasan dalam Kristus?
- Hal terbesar apakah yang akan kita terima dari Tuhan? (Halaman 61)
- Perasaan apakah yang Anda pikir orang Amerika alami saat perdamaian diumumkan di akhir Perang Dunia kedua? Apakah perdamaian Anda dengan Allah menimbukan perasaan yang sama di dalam Anda?
- Menurut si penulis, apakah kebutuhan terbesar manusia?
- Bacalah cerita Simon orang Farisi dan perempuan berdosa di Lukas 7:36-50. Apakah perbedaan utama dari keduanya? Dengan yang mana Anda mengidentifikasikan sikap Anda terhadap Kristus?
- Apakah Anda tersentuh oleh cerita wanita yang melakukan aborsi? Bagaimana?
- Apakah sikap dan perbuatan dapat menunjukkan seseorang memiliki kesadaran yang dangkal akan pengampunan?
- Apa maskudnya disatukan dengan Kristus dalam kematian-Nya? Apakah implikasinya?
Bacaan yang Direkomendasikan
Men Made New by John R.W. Stott (Grand Rapids, MI: Baker Book House, 1966)
The Atonement by Leon Morris (Downwers Grove, IL: InterVarsity Press, 1984)
The Glory of Christ by Peter Lewis (Chicago, IL: Moody Press, 1997)
Catatan
- ↑ William S. Plumer, The Grace of Christ (Philadelphia, PA: Presbyterian Board of Publication, 1853), pp. 201–02.
- ↑ Ibid., p. 230.
- ↑ John R.W. Stott, Men Made New (Grand Rapids, MI: Baker Book House, 1966, 1991), pp. 9–10.
- ↑ D. Martyn Lloyd-Jones, Romans: Assurance, Chapter Five (Grand Rapids, MI: Zondervan Publishing House, 1971), p. 10.
- ↑ R.C. Sproul, The Holiness of God (Wheaton, IL: Tyndale House Publishers, 1985), p. 193.
- ↑ Sinclair Ferguson, Christian Spirituality (Reformed View), Donald Alexander, ed. (Downers Grove, IL: InterVarsity Press, 1988), p. 57.
- ↑ Rebecca Pippert, Hope Has Its Reasons (New York: HarperCollins Publishers, Inc., 1989), pp. 102–104.
- ↑ John Owen, Works, Vol. VI (Carlisle, PA: The Banner of Truth Trust, 1967), p. 324.
- ↑ Oswald Chambers, My Utmost for His Highest (New York: Dodd, Mead & Company, 1963), p. 325.
- ↑ John R.W. Stott, Men Made New, p. 30.
- ↑ J.C. Ryle, Holiness (Hertfordshire, England: Evangelical Press, 1879, 1979), p. 29.
- ↑ Sinclair Ferguson, Christian Spirituality (Reformed View), p. 58.