"Itu Bukan Urusanmu. Tetapi Engkau: Ikutlah Aku"
Dari Gospel Translations Indonesian
Revisi per 16:48, 24 Agustus 2009
Dibebaskan dari Membanding-bandingkan dengan Kalimat yang Blak-blakan
Yohanes 21:18-22
Setelah kebangkitan-Nya dari antara orang mati, Yesus bertanya kepada Petrus tiga kali apakah ia mengasihi-Nya. Ia menjawab ya tiga kali. Kemudian Yesus memberi tahu Petrus bagaimana ia akan mati—nampaknya dengan penyaliban. Petrus ingin tahu bagaimana dengan Yohanes. Jadi ia bertanya kepada Yesus, "apakah yang akan terjadi dengan dia ini?" Yesus mengacuhkan pertanyaan tersebut dan berkata, "itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku." Ini percakapannya.
- "Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ketika engkau masih muda engkau mengikat pinggangmu sendiri dan engkau berjalan ke mana saja kaukehendaki, tetapi jika engkau sudah menjadi tua, engkau akan mengulurkan tanganmu dan orang lain akan mengikat engkau dan membawa engkau ke tempat yang tidak kaukehendaki." Dan hal ini dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah. Sesudah mengatakan demikian Ia berkata kepada Petrus: "Ikutlah Aku." Ketika Petrus berpaling, ia melihat bahwa murid yang dikasihi Yesus sedang mengikuti mereka, yaitu murid yang pada waktu mereka sedang makan bersama duduk dekat Yesus dan yang berkata: "Tuhan, siapakah dia yang akan menyerahkan Engkau?" Ketika Petrus melihat murid itu, ia berkata kepada Yesus: "Tuhan, apakah yang akan terjadi dengan dia ini?" Jawab Yesus: "Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku." (Yohanes 21:18-22)
Kalimat Yesus yang blak-blakan—"Bukan urusanmu. Ikutlah Aku"—manis di telinga saya. Kalimat tersebut membebaskan dari belenggu membanding-bandingkan yang menyedihkan dan fatal. Kadang-kadang ketika saya melihat iklan-iklan di Christianity Today (semuanya puluhan ribu), saya putus asa. Tidak sebanyak dua puluh lima tahun lalu. Tapi tetap saja saya merasa gunung es tawaran-tawaran pelayanan ini menekan.
Buku demi buku, konferensi demi konferensi, DVD demi DVD—memberi tahu bagaimana sukses dalam pelayanan. Dan semuanya dengan diam-diam menyampaikan pesan bahwa saya tidak mencapainya. Ibadah bisa lebih baik. Khotbah bisa lebih baik. Penginjilan bisa lebih baik. Penggembalaan bisa lebih baik. Pelayanan pemuda bisa lebih baik. Misi bisa lebih baik. Dan ini yang bisa berhasil. Beli ini. Kemarilah. Ke sanalah. Lakukanlah dengan cara ini. Dan menambahi buku-buku dan konferensi yang membebani ini adalah milikku!
Jadi saya disegarkan oleh kalimat Yesus yang blak-blakan kepada saya (dan Anda): "Itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku." Petrus baru mendengar kalimat yang sangat keras. Engkau akan mati—secara menyakitkan. Pikiran pertamanya yaitu perbandingan. Bagaimana dengan Yohanes? Jika aku harus menderita, akankah dia harus menderita? Jika pelayananku berakhir demikian, akankah pelayanannya berakhir seperti itu? Jika aku tidak mendapat hidup pelayanan yang berbuah dan lama, akankah ia mendapatkannya?
Begitulah kita orang-orang berdosa. Membandingkan. Membandingkan. Membandingkan. Kita ingin tahu bagaimana posisi kita dalam perbandingan dengan orang lain. Ada perasaan hebat jika kita sekedar dapat menemukan seseorang yang kurang efektif daripada kita. Aduh. Sampai hari ini, saya mengingat catatan kecil yang ditempelkan oleh Asisten Residen saya di Elliot Hall pada tahun senior saya di Wheaton: "Mengasihi adalah berhenti membandingkan." Itu bukan urusanmu, Piper. Ikutlah Aku.
- Apa urusanmu kalau David Wells punya pengertian yang komprehensif akan efek posmodernisme yang merambah? Ikutlah Aku.
- Apa urusanmu kalau Voddie Baucham mengabarkan Injil dengan begitu berkuasa tanpa catatan? Ikutlah Aku.
- Apa urusanmu kalau Tim Keller melihat koneksi Injil dengan kehidupan profesional begitu jelas? Ikutlah Aku.
- Apa urusanmu kalau Mark Driscoll bisa memanfaatkan bahasa dan kebodohan budaya pop dengan begitu ahli? Ikutlah Aku.
- Apa urusanmu kalau Don Carson membaca lima ratus buku setahun dan menggabungkan pencerahan penggembalaan dengan kedalaman dan keluasan seorang sarjana? Ikutlah aku.
Kata-kata itu mendarat pada saya dengan sukacita yang besar. Yesus tidak akan menghakimi saya menurut superioritas atau inferioritas saya terhadap siapapun. Tidak ada pengkhotbah. Tidak ada gereja. Tidak ada pelayanan. Ini semua bukan standar. Yesus punya pekerjaan untuk saya kerjakan (dan yang lain untuk Anda). Ini bukan apa yang diberikan-Nya kepada orang lain untuk dikerjakan. Ada kasih karunia untuk melakukannya. Akankah saya percaya kepada-Nya untuk kasih karunia itu dan mengerjakan apa yang Ia telah berikan kepada saya untuk kerjakan? Itulah pertanyaannya. O betapa suatu kebebasan yang datang ketika Yesus blak-blakan!
Saya harap Anda menemukan penguatan dan kebebasan hari ini ketika Anda mendengar Yesus berkata kepada semua perbandinganmu yang tak henti-henti: "Itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku."
Belajar berjalan dalam kebebasan bersama Anda,
Pendeta John