Dirancang Bagi Kemuliaan

Dari Gospel Translations Indonesian

Langsung ke:navigasi, cari

Yang Berhubungan Dengan Sumber Daya
Lagi Oleh Jerry Bridges
Indeks Pengarang
Lagi Mengenai Penciptaan
Indeks Topik
Tentang terjemahan ini
English: Designed for Dignity

© Ligonier Ministries

Bagikan ini
Misi Kami
Terjemahan ini diterbitkan oleh Injil Terjemahan, sebuah pelayanan yang ada untuk membuat buku-buku dan artikel injil-tengah yang tersedia secara gratis untuk setiap bangsa dan bahasa.

Pelajari lebih lanjut (English).
Bagaimana Anda Dapat Membantu
Jika Anda mampu berbahasa Inggris dengan baik, Anda dapat membantu kami sebagai penerjemah secara sukarela.

Pelajari lebih lanjut (English).

Oleh Jerry Bridges Mengenai Penciptaan
Bagian dari seri Tabletalk

Terjemahan oleh A. Tony Bennjamin

Review Anda dapat membantu kami memperbaiki terjemahan ini dengan meninjau untuk meningkatkan akurasi terjemahan. Pelajari lebih lanjut (English).


Ham atau kalkun panggang adalah makanan favorit tradisional di acara Ucapan Syukur dan Natal dari kebanyakan mejadi rumah orang Amerika. Banyak dari kami menikmati steak biasa atau daging panggang. Selama ribuan tahun, manusia sebagai yang utuh telah makan ikan atau unggas atau binatang apa saja. Hingga munculnya perlindungan hewan dalam beberapa tahun ini, keabsahan membunuh binatan demi makanan tidak dipertanyakan.

Kebanyakan budaya, pada awalnya pembunuhan manusia lain telah menjadi pidana. Kenapa demikian? Kenapa kita membedakan antara membunu burung atau hewan dan kesengajaan membunuh manusia lain? Jawabannya dapat ditemukan pada Kejadian 9:1—6. Pada ayat itu, Allah membuat perbedaan antara binatang, burung, dan ikan, pada satu sisi dan manusia pada sisi yang lain. Binatang yang diberikan tuhan sebagai makanan manusia. Itulah mengapa kita membunuh mereka tanpa merasa bersalah. Inilah ketetapan dari Tuhan bagi kita.

Bagaimanapun juga, ini adalah cerita yang berbeda dengan manusia. Dalam Kejadian 9:6 dengan jelas dikatakan: “Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambar-Nya sendiri”. (penekanan). Tidak masalah membunuh binatang demi makanan, tetapi menjadi masalah jika membunuh manusia lain. Kenapa? Karena Tuhan menciptakan manusia, baik pria mau pun wanita menurut gambar-Nya (Kej 9:6 dan 1:27).

Sejauh ini, semuanya adalah ulasan untuk pembaca Tabletalk. Seringkali kita mengabaikan firman yang terpenting – dasar dari perlakuan kami terhadap sesama pada kenyataannya kita dicipat di dalam rupa Allah. Yak 3:9 mengatakan, “Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah.” Bedanya dengan ciptaan yang lain, manusia memiliki relasi yang khusus dengan Tuhan. Dan meskipun pada kenyataannya gambar Allah ini telah rusak parah oleh karena dosa Adam, masih ada sebagi bukti dari kenyataan bahwa baik Kejadian 9:6 dan Yakobus 3:9 mengacu pada manusia setelah kejatuhan.

Jadi ada dua tindakan yang berdampak buruk pada orang yang dilarang berdasarkan fakta kita dicipta dalam gambar Tuhan. Dan melihat konteks itu, ini bukanlah loncatan tafsiran untuk mengkonklusikan bahwa Yakobus memiliki pikiran tidak hanya menyerukan atau sangat mengecam tetapi juga keras atau khotbah yang kasar dimaksudkan untuk menyakiti atau mempermalukan orang lain.

Ini sangat menyedihkan. Tidak hanya saya tidak membunuh orang karena dia diciptakan menurut gambar Allah, tetapi saya juga tidak mengutuk dia atau mempermalukan dia untuk alasan yang sama. Ditambah lagi siapa pun dari kita yang tidak berpikir untuk berkeinginan membunuh, akan sering membiarkan kata-kata kekerasan dan yang menyaktikan keluar dari mulut kita dengan pikiran keras yang kedua. Kami melakukan ini, kami berdosa karena kami telah merusak gambar Allah pada orang lain.

Dari kedua larangan tentang membunuh ini dan perkataan kasar, kita bisa memperoleh prinsip alkitab dengan luas yang berlaku bagi semua hubungan relasi. Kita harus memperlakukan orang lain dengan martabat dan menghormati berdasarkan fakta bahwa mereka dicipta berdasarkan gambar Allah. Bahkan, Alkitab sepertinya menyarakan bahwa Allah berkenan terhadap perlakuan kita dengan orang lain sebagai bentuk perlakuan terhadap Dia. Contohnya, Amsal 19:17 mengatakan, “Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu.” Dan Yesus mengatakan bahwa semua pekerjaan kita pada akhirnya akan berdasarkan pada prinsip yang luas ini segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”” (Mat 25:40).

Kami biasanya berasosiasi dengan kata-kata yang berintergritas seperti sikap yang jujur dan moral yang baik. Tetapi integritas juga termasuk cara pandang kita dan perlakuan terhadap orang lain. Kebanyakkan dari kita mengenal orang-orang yang jujur dan adil melalui sikap moral mereka tetapi siapa yang bangga dan keras terhadap sikap dan perlakuan terhadap orang lain. Tapi masih ada pada setiap orang, tidak peduli dari jender atau etnis asal atau perekonomian atau status sosial untuk diperlakukan dengan martabat dan hormat, karena dia diciptakan dalam gambar Allah. Kegagalan di area ini adalah akibat kita mengkompromikan integritas.

Semuanya ini adalah bentuk dari implikasi. Sebagaimana telah saya kemukakan, khotbah kami atau tentang orang lain adalah untuk diatur dengan prinsip ini yang memperlakukan orang lain dengan martabat dan hormat. Paulus menulis, “Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia” (Ef 4:29). Perkataan kotor adalah perkataan yang bermaksud untuk menghancurkan orang lain – entah kepada orang yang kita sedang berbicara atau kepada orang yang kita perbincangkan. Ini adalah linkup persahabatan diman kita, yang behati-hati dalam area kehidupan, bisa sangat gagal. Sangat mudah meremehkan orang lain tanpa pikir dua kali atau perasaan cemas, tetapi orang itu tetap diciptakan menurut gambar Allah.

Atau pertimbangkan para tunawisma. Pada musim dingin di sore hari, siapa pun bisa pergi ke perpustakaan di pusat kota di kota tempat saya tinggal, dan melihat banyak tunawisma disana mencari perlindungan dari hawa dingin. Sangat mudah untuk merasa terusik oleh kehadiran mereka. Mereka membutuhkan cukur, mandi dan baju bersih, dan mereka sepertinya mengganggu yang sedang bersenang-senang, suasana kelas menengah bisanya berasosiasi dengan perpustakaan dan juga semua orang ini diciptakan menurut gambar Allah maka layak mendapatkan martabat dan hormat kami biasanya disediakan bagi masyarakat seperti kami.

Bagaimana pun juga, kami butuh lebih dari pada menunjukkan martabat dan hormat. Di zaman Yesaya, Tuhan menghardik dengan keras para Israel karena ketidakpedulian mereka terhadap penderitaan orang miskin. Firman Tuhan adalah: “Bukan! Berpuasa yang Kukehendaki,...‘supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian’” (Yes 58:6-7). Pasal singkat ini bukan tempatnya untuk mengembangkan apa yang mungkin terlihat seperti dari masing-masing kita pada hari ini. Cukuplah untuk mengatakan bahwa setiap orang percaya harus terlibat di dalam pelayanan orang miskin, enah secara langsung “melalui tangan” pelayanan atau mendukung dengan tulus pelayanan yang terlibat pekerjaan seperti itu. Dan ketika kita masih cenderung untuk merespon dengan tulus kepada penderita yatim piatu Aids di Afrika, biarlah kita tidak melupakan yang membutuhkan di negri kita sendiri.

Perlindungan akan kehidupan adalah aplikati mengenai kebenaran yang setiap individu diciptakan menurut gambar Allah. Di dalam area ini, kita biasanya berpikir mengenai perlindungan terhadap yang belum lahir. Selama sistem hukum kita sangat menghambat usaha kita untuk melindungi mereka, ada perbuatan yang positif yang bisa kita lakukan. Salah satunya adalah mendukung secara pribadi dan keuangan pada pusat kehamilan yang melayani wanita dengan kehamilan yang tak diinginkan. Berikutnya adalah mendukung yang bekerja untuk merubah iklim hukum , entah melalui legislasi atau keputusan sidang.

Sejak bencana Roe V, Pengadilan Tinggi Wade membuat keputusan lebih dari tiga puluh tahun yang lalu, perlindungan terhadap yang belum lahir telah menjadi bagian utama dari perkembangan politik dan budaya dibagi di negara kami. Dari retorika yang hangat melalui isu ini, mudah untuk melupakan pada pandagan dasar dari keyakinan “hidup yyang positif” – diantaranya, setiap dari bayi yang belum lahir diciptakan menurut gambar Allah. Perlindungan terhadap yang belum lahir lebih dari sekedar masalah politik untuk diperjuangkan melebihi kotak suara atau dalam ruang sidang. Ini adalah peperangan yang perlu diperjuangkan di tahta anugerah melalui doa.

Pada akhir jaman ancaman spectrum semakin berkembang dari eutanasia dan membantu orang tua membunuh diri dan cacat total. Di tambah lagi, ada sejumlah besar orang tua yang merana di dalam panti jompo dengan sedikit atau tidak ada perhatian dari keluarga mereka. Banyak dari mereka yang sangat lemah mental, dimana membuat mereka sulit untuk berelasi. Tapi semua orang tua ini butuh diperlakukan dengan martabat dan hormat, terelepas dari betapa sulitnya masa itu.

Ada lebih dari enam miliar populasi manusia di dunia kita saat ini. Melalui teknologi komunikasi kita, kita telah menjadi tetangga virtual bagi kebanyakan orang. Jadi, bagaimana kita meresponi ketika kita membaca di koran atau menonton di televisi laporan dari gempa bumi yang menghancurkan atau topan yang telah membunuh atau ratusan ribu orang kehilangan rumah? Apakah ini lebih dari sekedar berita mengenai planet kita yang bermasalah? Atau apakah kita melihat setiap dari orang-orang tersebut diciptakan menurut gambar Allah, dan karena itu, layak akan martabat dan hormat dan kasih sayang dan bantuan kita?

Tidak ada dari kita yang hidup dalam pulau sosial. Kita berinteraksi setiap hari dengan orang-orang, entah secara langsung atau tidak langsung. Keadaan apa pun dan natur interaksi itu, membuat kita berusaha untuk memperlakukan semua orang dengan martabat dan hormat, mengingat bahwa setiap manusia telah diciptakan dalam gambar Allah. Seperti yang ditulis oleh Paulus dalam Galatia 6:10: “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.”