Kesenangan Allah dengan Ketaatan

Dari Gospel Translations Indonesian

(Perbedaan antarrevisi)
Langsung ke:navigasi, cari
Kathyyee (Bicara | kontrib)
(←Membuat halaman berisi '{{info|The Pleasure of God in Obedience}}'''1 Samuel 15:22-23''' <blockquote>Apakah TUHAN senang dengan persembahan-persembahan bakaran dan kurban-kurban<br> persembahan...')

Revisi terkini pada 17:33, 27 April 2020

Yang Berhubungan Dengan Sumber Daya
Lagi Oleh John Piper
Indeks Pengarang
Lagi Mengenai Pengudusan dan Pertumbuhan
Indeks Topik
Tentang terjemahan ini
English: The Pleasure of God in Obedience

© Desiring God

Bagikan ini
Misi Kami
Terjemahan ini diterbitkan oleh Injil Terjemahan, sebuah pelayanan yang ada untuk membuat buku-buku dan artikel injil-tengah yang tersedia secara gratis untuk setiap bangsa dan bahasa.

Pelajari lebih lanjut (English).
Bagaimana Anda Dapat Membantu
Jika Anda mampu berbahasa Inggris dengan baik, Anda dapat membantu kami sebagai penerjemah secara sukarela.

Pelajari lebih lanjut (English).

Oleh John Piper Mengenai Pengudusan dan Pertumbuhan
Bagian dari seri The Pleasures of God

Terjemahan oleh Darta

Review Anda dapat membantu kami memperbaiki terjemahan ini dengan meninjau untuk meningkatkan akurasi terjemahan. Pelajari lebih lanjut (English).


1 Samuel 15:22-23
Apakah TUHAN senang dengan persembahan-persembahan bakaran dan kurban-kurban
persembahan, sama seperti menaati suara TUHAN ?
Ketahuilah, menaati lebih baik daripada mempersembahkan kurban!
Mendengarkan lebih baik daripada lemak domba-domba jantan.
Sebab, dosa bertenung sama seperti pemberontakan,
dan menyembah berhala dan terafim sama seperti kedegilan.
Karena kamu menolak firman TUHAN,
maka Dia menolak kamu sebagai raja.

Selama dua minggu terakhir kita telah menggarisbawahi suatu kabar baik bahwa Allah adalah mata air pegunungan dan bukan palungan air. Kabar baiknya adalah kepenuhan mata air Allah yang berbual-bual diperluas dan kerinduan KITA dipuaskan melalui tindakan sederhana haus dan minum.

Kabar Terbaik bagi Seluruh Dunia

Ketika kita berbalik dari semua pesta pora dunia dan bersimpuh di sebelah mata air pegunungan yang mengalirkan air kehidupan Allah, kita menghormatinya dan mempermuliakannnya dan meninggikannya sebagai satu-satunya sumber sukacita yang tidak berkesudahan. Kita memuaskan diri kita melalui tindakan meninggikannya karena inilah air untuk hidup.

Inilah kabar terbaik bagi seluruh dunia – bahwa Allah adalah Allah yang semangatnya mempermuliakan namanya hingga pengungkapan sepenuhnya dalam wujud tindakan yang menjawab kerinduan hatiku. Ini artinya bahwa kapanpun aku sangat haus dan sangat berputus asa dan sangat membutuhkan pertolongan, aku bisa menggerakkan jiwaku tidak hanya dengan kebenaran yang disana terdapat dorongan belas kasihan di dalam hati Allah tetapi juga dengan kebenaran yang sumber dan kuasa dari dorongan itu adalah semangat Allah untuk bertindak untuk namanya sendiri.

Aku bisa berdoa dengan para pemazmur, “Oleh karena nama-Mu, ya TUHAN, ampunilah kesalahanku, sebab besar kesalahan itu” (25:11). “Tolonglah kami, ya Allah keselamatan kami demi kemuliaan Nama-Mu; dan bebaskanlah kami” (79:9). “Demi nama-Mu, Engkau memimpin dan membimbingku.” (31:3).

Tepatnya kita telah melihat hal itu karena Allah mengasihi kemuliaan namanya, dia juga bersuka dengan mereka yang berharap atas kasihnya dan didalam mereka yang mengungkapkan pengharapan mereka didalam doa. Dua minggu yang lalu kita sepakat bahwa ketika kamu menempatkan pengharapanmu didalam Tuhan, kamu sekaligus memuliakan Allah sebagai mata air suka cita yang dalam dan tidak berkesudahan. Dan hari ini kita mengambil satu langkah maju dan berkata bahwa ketaatan kepada Allah membuat pengharapan kemuliaan Allah menjadi tampak dan menjadi bukti bahwa hal itu nyata didalam kehidupan kita.

Allah Senang dengan Ketaatan

Pembacaan kita adalah 1 Samuel 15:22, “Apakah TUHAN senang dengan persembahan-persembahan bakaran dan kurban-kurban persembahan, sama seperti menaati suara TUHAN ?” Jawabannya sudah jelas TIDAK. Tuhan jauh lebih senang dengan ketaatan daripada melakukan upacara penyembahan tanpa ketaatan.

Ada dua pertanyaan yang aku coba jawab denganmu pagi hari ini.

  1. Mengapa Tuhan senang dengan ketaatan?
  2. Dan apakah ini kabar baik? Apakah ini sebuah kabar baik untuk mendengar apa yang menyenangkan Tuhan adalah ketaatan, ataukah ini hanya menjadi beban yang mengecilkan hati?

Latar Belakang 1 Samuel 15:22

Sebelum kita focus pada dua pertanyaan ini, pastikan kita sudah tahu latar belakang ayat ini.

Kekalahan dan Hukuman Terhadap Amalek

Ketika bangsa Israel keluar dari Mesir dan berjalan melalui padang gurun, orang-orang Amalek menyerang mereka. Kita membaca tentang ini dalam Keluaran 17:8-16. Allah memberikan kemenangan kepada bangsa Israel, tetapi rupanya kejahatan tidak pernah meninggalkan bangsa ini. Dalam Ulangan 25:17-19 Allah berkata,

Ingatlah apa yang dilakukan orang Amalek kepadamu pada waktu perjalananmu keluar dari Mesir; bahwa engkau didatangi mereka di jalan dan semua orang lemah pada barisan belakangmu dihantam mereka, sedang engkau lelah dan lesu. Mereka tidak takut akan Allah. Maka apabila TUHAN, Allahmu, sudah mengaruniakan keamanan kepadamu dari pada segala musuhmu di sekeliling, di negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk dimiliki sebagai milik pusaka, maka haruslah engkau menghapuskan ingatan kepada Amalek dari kolong langit. Janganlah lupa.

Peran Saul dalam Mengeksekusi Hukuman

Akhirnya kejahatan bangsa Amalek berakhir sudah dan Tuhan memerintahkan Saul, raja pertama bangsa Israel, untuk mengeksekusi hukuman atas bangsa Amalek. Perintah itu diberikan dalam 1 Samuel 15:2-3,

Beginilah firman TUHAN semesta alam: “Aku akan membalas apa yang dilakukan orang Amalek kepada orang Israel, karena orang Amalek menghalang-halangi mereka, ketika orang Israel pergi dari Mesir. Jadi pergilah sekarang, kalahkanlah orang Amalek, tumpaslah segala yang ada padanya, dan janganlah ada belas kasihan kepadanya. Bunuhlah semuanya, laki-laki maupun perempuan, kanak-kanak maupun anak-anak yang menyusu, lembu maupun domba, unta maupun keledai."

Jadi Saul mengumpulkan laskarnya dan menyerang kota-kota Amalek. Dia memperingatkan orang-orang Keni untuk menjauh jika mereka ingin tetap hidup (ayat 6). Dan lalu Saul menghancurkan bangsa Amalek mulai dari Havilah hingga sejauh Shur, di timur Mesir.

Ketidaktaatan Saul yang Fatal

Dalam ayat 9 digambarkan ketidaktaatan Saul yang fatal.

Tetapi Saul dan rakyatnya mengampuni Agag, dan mengambil kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dan tambun, pula anak domba dan segala yang berharga: tidak mau mereka menumpas semuanya itu. Tetapi segala hewan yang tidak berharga dan yang buruk, itulah yang ditumpas mereka.

Tuhan melihat ketidaktaatan ini dan dia menyesal telah menjadikan Saul raja (ayat 11). Hanya sepatah kata diucapkan tentang “penyesalan” ilahi ini.

Sepatah Kata Tentang “Penyesalan” Ilahi

Dikatakan dalam ayat 29 dari pasal ini bahwa “Lagi Sang Mulia dari Israel tidak berdusta dan Ia tidak tahu menyesal; sebab Ia bukan manusia yang harus menyesal." Aku mengartikannya bahwa penyesalan Allah tidak sama dengan penyesalan manusia. Nyatanya, keduanya sangat berbeda bahkan salah satunya tidak menyesal sama sekali, seperti dikatakan dalam ayat 29. Tidak didasarkan pada kebodohan atau kebohongan. Allah yang menyesal diartikan berbaliknya hati Allah ke arah yang baru, tetapi bukan ke arah yang tidak pasti. Allah tidak menyesal karena oleh karena dikejutkan oleh beberapa perubahan peristiwa. Jika demikian dia sama seperti manusia. Tetapi Sang Mulia Israel bukanlah seorang manusia yang harus menyesal. Ketika Alkitab berkata bahwa Allah menyesal, artinya dia mengekspresikan sikap yang berbeda mengenai sesuatu daripada ekspresi yang dia perlihatkan sebelumnya, itu bukan karena perubahan peristiwa-peristiwa yang menjadi tidak diharapkan, tetapi karena perubahan peristiwa membuat perubahan sikap lebih pas untuk diungkapkan sekarang daripada mengekspresikannya.

Konfrontasi Samuel dengan Saul

Samuel marah dengan perubahan sikap Allah terhadap Saul dan Samuel berseru kepada Allah sepanjang malam (ayat 11, pasal 12:23). Hasil dari doa semalamannya adalah keputusan bulat untuk melakukan apa yang Allah katakan. Dia bangun pagi sekali dan menemukan (ayat 12) bahwa Saul telah pergi ke Karmel, mendirikan baginya suatu tanda peringatan; kemudian ia balik dan mengambil jurusan ke Gilgal dimana dia dijadikan raja untuk pertama kalinya (Pasal 11:15).

Jadi Samuel pergi menemui Saul, dan (ayat 13) Saul berkata, "Diberkatilah kiranya engkau oleh TUHAN; aku telah melaksanakan firman TUHAN." Samuel bertanya (ayat 14) lalu mengapa ada embikan kawanan kambing domba yang artinya apakah Saul benar-benar sudah memusnakan semua seperti yang Allah perintahkan.

Lalu (ayat 15) Saul mempersalahkan rakyat yang bersamanya: “Binatang-binatang itu rampasan dari orang Amalek. Domba dan sapi yang paling baik telah diambil rakyat.” Tetapi apapun itu alasan Saul, dia telah melanggar perintah Tuhan dan pada akhirnya dia mengakuinya dalam ayat 24: “Aku berdosa karena telah melanggar perintah TUHAN dan perkataanmu.”

Sekarang pertanyaan kita yang pertama adalah: Mengapa Allah sangat tidak senang dengan ketidaktaatan? Atau secara positif, mengapa Allah sangat senang dengan ketaatan?

Mengapa Allah Membenci Ketidaktaatan?

Aku melihat paling tidak ada lima alasan dalam kisah ini mengapa Tuhan membenci ketidaktaatan dan senang dengan ketaatan. Aku akan menyebutkannya satu persatu dari yang paling ringan hingga yang paling serius.

1. Ketidaktaatan Memperlihatkan Ketakutan yang Tidak Pada Tempatnya

Perhatikan ayat 24: “Saul berkata kepada Samuel, ‘Aku berdosa karena telah melanggar perintah TUHAN dan perkataanmu.”’

Mengapa Saul memilih menuruti permintaan rakyat daripada Allah? Karena Saul lebih takut kepada rakyat daripada kepada Allah. Dia lebih takut dengan buntut dari ketaatan manusia daripada takut dengan akibat dari pelanggaran dosa ilahi. Dia takut tidak menyenangkan rakyatnya lebih dari menyenangkan Allah. Samuel mengatakan dua kali kepada Saulus dan rakyat dalam pasal 12:14 dan ayat 24, “Takutlah akan Tuhan dan layanilah dia dengan sepenuh hatimu.” Tetapi sekarang sang pemimpin sendiri lebih takut kepada manusia dan berbalik dari mengikuti Tuhan (1 Samuel 15:11).

2. Ketidaktaatan Memperlihatkan Kenikmatan yang Tidak Pada Tempatnya.

Saul berusaha untuk membujuk Samuel bahwa perbuatannya adalah suatu niatan mulia yang justru membuatnya tidak menaati Allah dan menyelamatkan domba dan sapi terbaik (ayat 21). Saul mengatakan bahwa mereka ingin mempersembahkan hewan-hewan ini kepada Tuhan di Gilgal. Tetapi Tuhan telah memberikan Samuel hikmat hingga mengetahui motivasi sesungguhnya Saul dan rakyat yang mengikutinya. Kita bisa melihatnya dalam kata-katanya diayat 19:

Mengapa engkau tidak mematuhi firman TUHAN, tetapi malah menyambar jarahan itu dan melakukan kejahatan di mata TUHAN?

Mereka menyambar jarahan seperti burung kelaparan yang ingin sekali mengenyangkan perut mereka. Kata “menyambar,” kembali dipakai dalam pasal 14:32 untuk mengambarkan bagaimana rakyat menyambar jarahan ketika bangsa Filistin dikalahkan. Dikatakan, “Rakyat pun menyambar jarahannya, mengambil kambing domba, sapi, dan anak sapi, disembelih di tanah, dan dimakan oleh orang-orang itu dengan darahnya.”

Ketika Samuel berkata dalam pasal 15:19, Mengapa engkau tidak mematuhi firman TUHAN, tetapi malah menyambar jarahan itu dan melakukan kejahatan di mata TUHAN?” dia menyiratkan bahwa rakyat digerakkan oleh hawa nafsu yang berlebihan untuk menikmati semua daging itu. (Ingat, mereka yang melakukan persembahan yang boleh makan dari daging itu.) Kenikmatan mereka tidak pada tempatnya. Seharusnya mereka menikmatinya didalam Tuhan. Tetapi mereka lebih senang menikmati daging sapi dan domba daripada persekutuan bersama Tuhan, sudah tentu ini penghinaan terhadap Allah, dan oleh karena itu sangat memuakkan dalam pemandangannya.

3. Ketidaktaatan Memperlihatkan Puji-pujian yang Tidak Pada Tempatnya

Setelah Saul mengalahkan bangsa Amalek, hal pertama yang dia lakukan adalah mendirikan tugu peringatan untuk dirinya sendiri. Ayat 12: “Diberitahukan kepada Samuel, demikian: "Saul telah ke Karmel tadi dan telah didirikannya baginya suatu tanda peringatan.” Sudah jelas Saul lebih tertarik meninggikan namanya sendiri daripada meninggikan nama Allah dengan sungguh-sungguh menaati firmannya. Dia telah salah menempatkan puji-pujian yang seharusnya untuk Allah kepada dirinya sendiri.

Bahkan dosa ini menjadi makin menjadi-jadi dalam ayat 17 – 18:

Dan berkatalah Samuel, "Bukankah engkau, meskipun engkau kecil menurut pandanganmu sendiri, engkau menjadi pemimpin atas suku-suku bangsa Israel? Dan TUHAN telah mengurapi engkau sebagai raja atas Israel. TUHAN telah menyuruh engkau pergi, dengan pesan: Pergilah, tumpaslah orang-orang berdosa itu, yakni orang Amalek, berperanglah melawan mereka sampai engkau membinasakan mereka. Lalu mengapa kamu tidak menaati suara Tuhan?”

Kembali ke pasal 9:21 Saul sepertinya tercengang bahwa Allah memilihnya untuk menjadi raja atas Israel sementara dia hanya berasal dari suku yang terkecil, suku Benyamin, dan dari keluarga terkecil dari sukunya. Dan sudah seharusnya dia tercengang! Jika dia menginginkan kehormatan, dia seharusnya takjub dan sudah puas dengan kehormatan yang Allah berikan. Ini adalah maksud Samuel dalam ayat 17 – mengapa kamu terdorong hawa nafsu demi kemuliaan manusia semata sementara Allah telah memberikanmu hak istimewa sebagai kepala atas bani Israel dan raja yang diurapi dari umat Allah?

Tetapi Saulus tidak puas dengan kemuliaan dari Allah dan kehormatan menjadi raja pilihannya. Dia menginginkan kemuliaan dan pujiannya sendiri. Dan ketaatan jalan penundukkan diri tidak memberikan pujian dan kemuliaan semacam itu. Jadi dia melakukan sesuatu dengan caranya sendiri.

4. Ketidaktaatan adalah Dosa Bertenung

Sekarang kita berada pada alasan utama. Inilah alasan yang diberikan Samuel mengapa ketidaktaatan menjijikkan bagi Allah dalam ayat 23.

(22b) Ketahuilah, menaati lebih baik daripada mempersembahkan kurban, mendengarkan lebih baik daripada lemak domba-domba jantan. (23) Sebab, dosa bertenung sama seperti pemberontakan.

Allah telah menempatkan bertenung dalam kategori sama dengan hal-hal mengerikan yang dia benci dalam Ulangan 18:10.

Di antaramu janganlah didapati seorangpun yang mempersembahkan anaknya laki-laki atau anaknya perempuan sebagai korban dalam api , ataupun seorang yang menjadi petenung, seorang peramal, seorang penelaah, seorang penyihir. Siapapun yang melakukan hal-hal ini adalah kekejian bagi Tuhan.

Mengapa pemberontakan dan ketidaktaatan sama dengan dosa bertenung? Bertenung adalah usaha untuk mengetahui apa yang harus dilakukan kemudian tanpa mengindahkan firman dan tuntunan Allah. Dan itulah tepatnya dasar ketidaktaatan. Allah berkata sesuatu, dan kita berkata, aku rasa akan menanyakannya dari sumber hikmat yang lain – yaitu, apa? DIRIKU SENDIRI!

Ketidaktaatan pada tuntunan Allah yaitu menempatkan hikmatku sendiri diatas hikmat Allah dan oleh karena itu menghina Allah sebagai satu-satunya sumber hikmat terpercaya.

5. Ketidaktaatan adalah Penyembahan Berhala

Inilah yang Samuel katakan di setengah bagian akhir ayat 23:

Sebab, dosa bertenung sama seperti pemberontakan,
dan menyembah berhala dan terafim sama seperti kedegilan.

Ketika Allah berkata satu hal dan kita bertanya kepada penyihir kecil yaitu hikmat kita sendiri lalu dengan keras kepala memilih jalan kita sendiri, maka kita adalah para penyembah berhala. Tidak hanya memilih untuk bertanya kepada diri kita sendiri sebagai alternatifnya Allah, dan maka kita sudah bersalah melakukan penenungan, tetapi kita melampaui itu dan benar-benar meninggikan jalan pikiran kita sendiri di atas jalan pikiran Tuhan dan karenanya kita bersalah menyembahan berhala. Dan yang terburuk, berhala itu adalah diri kita sendiri.

Jadi masuk akal bahwa Allah tidak akan senang dengan ketidaktaatan karena pada setiap hal itu merupakan serangan terhadap kemuliaan-nya.

Tetapi ketaatan, sebaliknya, dalam segala hal ini menaikkan dan menghormati Allah. Dan oleh karena itu Allah senang dengan ketaatan.

Sekarang kita menuju pada pertanyaan kedua yang kita kemukakan di awal: Apakah ini kabar baik? Apakah ini kabar baik mengetahui bahwa Allah senang dengan ketaatan, ataukah ini hanya menjadi beban yang lain?

Apakah Kabar Baik bahwa Allah Senang dengan Ketaatan?

Aku rasa ini adalah kabar baik. Dan paling tidak ada enam alasan mengapa aku melakukannya. Kita hanya punya waktu singkat untuk menyebut mereka satu persatu.

1. Ketaatan Berarti Allah Layak Dipuja dan Terpercaya

Kesenangan Allah dengan ketaatan adalah kabar baik karena itu artinya dia layak dipuja dan terpercaya. Jika dia tidak senang dengan ketaatan, pastinya dia hidup dalam kontradiksi: mencintai kemuliaannya diatas segala hal dan tidak suka dengan tindakan-tindakan yang membuat kemuliaannya dikenal luas. Dia akan menjadi bermuka dua dengan lidah bercabang. Keindahannya akan memudar dan berikut semua kegembiraan kita! Dan dia menjadi tidak dapat dipercaya karena kamu tidak bisa memercayai Allah yang nilai-nilainya selalu berubah seperti semenit dia meninggikan dirinya tetapi kemudian dia membiarkan penghinaan.

2. Ketaatan Menjamin Tersebarnya Kemuliaan Allah

Kesenangan Allah dengan ketaatan adalah kabar baik karena ketaatan menjamin janji bahwa suatu saat kemuliaan Allah akan memenuhi bumi seperti halnya air memenuhi lautan. Jika Tuhan acuh tak acuh terhadap ketidaktaatan maka tidak akan ada kepastian bahwa pada zaman yang akan datang semua perilaku yang tidak menghormati Tuhan akan menghilang. Tetapi karena dia membenci ketidaktaatan dan mencintai ketaatan, kita boleh yakin bahwa kerinduan kita akan dunia yang penuh dengan kemuliaan Allah pasti akan terjadi.

3. Ketaatan Memperlihatkan bahwa Kasih Karunia Allah adalah Kuasa Kemuliaan

Kesukaan Tuhan dengan ketaatan adalah kabar baik karena ketaatan memperlihatkan bahwa kasih karunia Allah adalah kuasa kemuliaan dan bukan hanya toleransi yang rentan terhadap dosa. Kemuliaan kasih karunia Allah dilihat tidak hanya dalam kenyataan bahwa Allah mengabaikan dosa-dosa orang percaya tetapi juga dalam kenyataan bahwa ketaatan secara bertahap dan pada akhirnya memberantas dosa-dosa itu dengan penuh kemenangan. Jika Tuhan tidak suka ketaatan, kemuliaan kasih karunia yang berdaulat mungkin tidak akan pernah terlihat dalam kuasa ketaatan penakluk dosa.

4. Perintah-Perintah Allah Tidak Terlalu Sukar

Kesukaan Tuhan dengan ketaatan adalah berita baik karena perintah-perintahnya tidak terlalu sukar. Perintah-perintah itu hanya sulit untuk ditaati sebagaimana kemuliaan-nya sulit untuk dihargai dan janjinya sulit untuk dipercaya. Ulangan 30:11 mengatakan, "Sebab perintah ini, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, tidaklah terlalu sukar bagimu.” Dan di 1 Yohanes 5: 3 mengatakan, " Sebab inilah kasih kepada Allah, yaitu, bahwa kita menuruti perintah-perintah-Nya. Perintah-perintah-Nya itu tidak berat.”

5. Semua yang Allah Perintahkan kepada Kita Adalah untuk Kebaikan Kita

Kesukaan Allah dengan ketaatan adalah kabar baik karena segala sesuatu yang diperintahkan Tuhan kepada kita adalah untuk kebaikan kita. Jadi, apa yang benar-benar membuat Allah senang ketika dia bersuka dengan ketaatan kita adalah sukacita kita yang dalam dan tidak berkesudahan. Ulangan 10: 12–13 mengatakan,

Sekarang Israel! Apakah yang diminta TUHAN, Allahmu dari dirimu? Selain takut kepada TUHAN, Allahmu? hiduplah dengan berjalan di jalan-Nya dan mengasihi-Nya. Dan layanilah TUHAN, Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, Taatilah perintah dan ketetapan TUHAN yang kusampaikan kepadamu hari ini untuk kebaikanmu sendiri.

6. Ketaatan yang Allah Cintai adalah Ketaatan Iman

Dan akhirnya kesukaan Tuhan dengan ketaatan adalah kabar baik karena ketaatan yang dia cintai adalah ketaatan iman. Dan iman berarti menanamkan harapan kita pada belas kasihan Tuhan. Dan belas kasihan berarti bahwa ketaatan kita tidak harus sempurna; ketaatan hanya harus selalu melakukan pertobatan. " Tetapi kalau kita mengakui dosa-dosa kita kepada Allah, Ia akan menepati janji-Nya dan melakukan apa yang adil. Ia akan mengampuni dosa-dosa kita dan membersihkan kita dari segala perbuatan kita yang salah." (1 Yohanes 1: 9).

Tuhan masih merupakan sumber mata air pegunungan dan bukanlah palungan air. Ketaatan bukanlah sekumpulan ember untuk memenuhi kebutuhannya. Ketaatan adalah upaya "hubungan masyarakat" yang tidak berkesudahan dari mereka yang telah mencicipi dan melihat bahwa Tuhan itu baik.