Jika Allah Berdaulat, Mengapa Berdoa? (Bagian 1)

Dari Gospel Translations Indonesian

Revisi per 20:41, 16 Januari 2020; Pcain (Bicara | kontrib)
(beda) ←Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya→ (beda)
Langsung ke:navigasi, cari

Yang Berhubungan Dengan Sumber Daya
Lagi Oleh R.C. Sproul
Indeks Pengarang
Lagi Mengenai Doa
Indeks Topik
Tentang terjemahan ini
English: If God Is Sovereign, Why Pray? (pt. 1)

© Ligonier Ministries

Bagikan ini
Misi Kami
Terjemahan ini diterbitkan oleh Injil Terjemahan, sebuah pelayanan yang ada untuk membuat buku-buku dan artikel injil-tengah yang tersedia secara gratis untuk setiap bangsa dan bahasa.

Pelajari lebih lanjut (English).
Bagaimana Anda Dapat Membantu
Jika Anda mampu berbahasa Inggris dengan baik, Anda dapat membantu kami sebagai penerjemah secara sukarela.

Pelajari lebih lanjut (English).

Oleh R.C. Sproul Mengenai Doa
Bab 0 buku Jika Allah Berdaulat, Mengapa Berdoa? (Bagian 1)

Terjemahan oleh Selvina Wikarsa

Review Anda dapat membantu kami memperbaiki terjemahan ini dengan meninjau untuk meningkatkan akurasi terjemahan. Pelajari lebih lanjut (English).



Bagaimana kedaulatan Allah berhubungan dengan kehidupan kita sehari-hari? Kita mengerti dari Alkitab bahwa Tuhan berdaulat, Bahwa Ia memerintah dan berkuasa atas segala sesuatu untuk kemuliaan-Nya dan kebaikan umat-Nya. Kita juga memahami, bahwa setelah kita mempelajari Doa Bapa Kami di seluruh buku ini, bahwa Allah mengundang kita untuk datang kepada-Nya dalam doa, membawa petisi kita di hadapan-Nya.

Segera setelah kita menetapkan dua gagasan ini — kedaulatan Allah dan doa umat-Nya — berdampingan, kita mengalami pertanyaan teologis yang sangat melekat. Keberatan muncul dari setiap pihak. Orang-orang berkata: “Tunggu sebentar. Jika Allah berdaulat, yaitu, jika Ia telah menetapkan setiap detil dari apa yang terjadi di dalam hidup kita, tidak hanya di masa kini tetapi di masa depan, mengapa kita harus bersusah payah dengan doa? Lagipula, karena Alkitab memberitahu kepada kita bahwa ‘Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia’ (Roma 8: 28), bukankah seharusnya kita puas akan apa yang Allah tetapkan itu adalah yang terbaik? Bukankah itu adalah latihan yang sia-sia, dan bahkan kesombongan, bagi kita untuk berani memberi tahu Allah apa yang kita butuhkan atau apa yang kita inginkan untuk terjadi? Jika Ia menetapkan semua hal, dan apa yang Ia tetapkan adalah yang terbaik, apa gunanya kita berdoa kepada-Nya?”

John Calvin membahas secara singkat pertanyaan tentang kegunaan dari doa dalam terang kedaulatan Allah ini di dalam bukunya yang berjudul “Institut Agama Kristen (Institutes of The Christian Religion)”:

Tetapi beberapa akan mengatakan, “Apakah tanpa monitor Ia tidak tahu, baik kesulitan kita maupun apa saja yang sesuai dengan minat kita, sehingga dalam beberapa hal tampaknya berlebihan bagi kita untuk meminta-Nya dengan doa-doa kita, seolah-olah Ia mengejapkan mata-Nya atau bahkan tidur sampai Ia terbangun oleh karena suara-suara kita.” Mereka yang berdebat dengan cara ini tidak mengikuti sampai akhir atau memahami tujuan yang Tuhan ajarkan kepada kita untuk berdoa. Hal itu bukan untuk kebaikan Tuhan, sebagaimana itu adalah untuk kebaikan kita sendiri. (Buku III, Bab 20)

Calvin berpendapat bahwa doa menguntungkan kita lebih daripada menguntungkan Tuhan. Kita dapat melihat hal ini dengan cukup mudah, setidaknya untuk beberapa unsur doa tertentu. Pertimbangkan, misalnya, unsur dari pemujaan dan pengakuan. Eksistensi Tuhan tidak tergantung kepada puji-pujian kita. Dia bisa saja terus hidup tanpa hal tersebut. Tetapi kita tidak. Pemujaan diperlukan untuk pertumbuhan rohani kita. Jika kita ingin mengembangkan hubungan yang intim dengan Bapa surgawi kita, adalah penting bagi kita untuk datang kepada-Nya dengan kata-kata yang mengungkapkan penghormatan, pemujaan dan cinta. Pada saat yang sama, penting bagi kita untuk mengakui dosa-dosa kita di hadapan takhta-Nya. Ia tahu apa saja. Faktanya, Ia mengetahuinya lebih jelas dan lebih menyeluruh daripada kita. Ia tidak memperoleh apa-apa dari pembacaan akan dosa-dosa kita, tetapi kita membutuhkan tindakan penyesalan tersebut untuk kebaikan jiwa kita.

Masalah yang rumit dari hubungan antara Allah yang berdaulat dengan doa manusia datang bukan pada saat pemujaan dan pengakuan, tetapi di titik dimana syafaat dan permohonan dinaikkan. Ketika saya melihat seseorang yang sedang membutuhkan dan mulai untuk berdoa bagi orang tersebut, saya menjadi perantara baginya. Saya menawarkan permintaan saya kepada Tuhan mewakili orang tersebut, memohon agar Tuhan bertindak seturut dengan belas kasihan-Nya, untuk melakukan sesuatu untuk mengubah situasi orang tersebut. Lebih lanjut, saya melakukan hal yang sama untuk kebutuhan saya sendiri, seperti yang saya ketahui. Namun, Allah yang mahatahu telah mengetahui situasi semua orang, setelah menetapkannya. Oleh karena itu, apakah doa-doa ini bernilai? Lebih mendasar, apakah doa-doa ini berhasil? Apakah pada akhirnya doa-doa tersebut berdampak pada kehidupan saya dan kehidupan orang lain?