Yesus Adalah Akhir dari Etnosentrisme

Dari Gospel Translations Indonesian

(Perbedaan antarrevisi)
Langsung ke:navigasi, cari
(←Membuat halaman berisi '{{info|Jesus Is the End of Ethnocentrism}} > (16) Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu...')
k (Melindungi "Yesus Adalah Akhir dari Etnosentrisme" ([edit=sysop] (selamanya) [move=sysop] (selamanya)))
 

Revisi terkini pada 20:13, 25 Mei 2017

Yang Berhubungan Dengan Sumber Daya
Lagi Oleh John Piper
Indeks Pengarang
Lagi Mengenai Harmoni Ras
Indeks Topik
Tentang terjemahan ini
English: Jesus Is the End of Ethnocentrism

© Desiring God

Bagikan ini
Misi Kami
Terjemahan ini diterbitkan oleh Injil Terjemahan, sebuah pelayanan yang ada untuk membuat buku-buku dan artikel injil-tengah yang tersedia secara gratis untuk setiap bangsa dan bahasa.

Pelajari lebih lanjut (English).
Bagaimana Anda Dapat Membantu
Jika Anda mampu berbahasa Inggris dengan baik, Anda dapat membantu kami sebagai penerjemah secara sukarela.

Pelajari lebih lanjut (English).

Oleh John Piper Mengenai Harmoni Ras

Terjemahan oleh Desiring God

(16) Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab. (17) Kepada-Nya diberikan kitab nabi Yesaya dan setelah dibuka-Nya, Ia menemukan nas, di mana ada tertulis: (18) “ROH TUHAN ADA PADA-KU, OLEH SEBAB IA TELAH MENGURAPI AKU, UNTUK MENYAMPAIKAN KABAR BAIK KEPADA ORANG-ORANG MISKIN; DAN IA TELAH MENGUTUS AKU (19) UNTUK MEMBERITAKAN PEMBEBASAN KEPADA ORANG-ORANG TAWANAN, DAN PENGLIHATAN BAGI ORANG-ORANG BUTA, UNTUK MEMBEBASKAN ORANG-ORANG YANG TERTINDAS, UNTUK MEMBERITAKAN TAHUN RAHMAT TUHAN TELAH DATANG.” (20) Kemudian Ia menutup kitab itu, memberikannya kembali kepada pejabat, lalu duduk; dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya. (21) Lalu Ia memulai mengajar mereka, kata-Nya: “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.” (22) Dan semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya, lalu kata mereka: “Bukankah Ia ini anak Yusuf?” (23) Maka berkatalah Ia kepada mereka: “Tentu kamu akan mengatakan pepatah ini kepada-Ku: Hai tabib, sembuhkanlah diri-Mu sendiri. Perbuatlah di sini juga, di tempat asal-Mu ini, segala yang kami dengar yang telah terjadi di Kapernaum!” (24) Dan kata-Nya lagi: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya. (25) Dan Aku berkata kepadamu, dan kata-Ku ini benar: Pada zaman Elia terdapat banyak perempuan janda di Israel ketika langit tertutup selama tiga tahun dan enam bulan dan ketika bahaya kelaparan yang hebat menimpa seluruh negeri. (26) Tetapi Elia diutus bukan kepada salah seorang dari mereka, melainkan kepada seorang perempuan janda di Sarfat, di tanah Sidon. (27) Dan pada zaman nabi Elisa banyak orang kusta di Israel dan tidak ada seorangpun dari mereka yang ditahirkan, selain dari pada Naaman, orang Siria itu.” (28) Mendengar itu sangat marahlah semua orang yang di rumah ibadat itu. (29) Mereka bangun, lalu menghalau Yesus ke luar kota dan membawa Dia ke tebing gunung, tempat kota itu terletak, untuk melemparkan Dia dari tebing itu. (30) Tetapi Ia berjalan lewat dari tengah-tengah mereka, lalu pergi.

Minggu lalu saya mencoba untuk meniupkan terompet bagi suatu visi yang saya sebut Menanamkan Gairah. Dapatkah kita datang bersama-sama sebagai satu jemaat utuh dan menghubungkan alarm di sekitar sebuah mimpi serta menanamkan sebuah gereja pada tahun 2002 di tempat lain di Twin Cities [Minneapolis-St. Paul] – atau bahkan lebih dari itu (seperti Charlotte, NC bertepatan dengan kepindahan BGEA [Billy Graham Evangelistic Association] di sana)? Saya menyebutnya Menanamkan Gairah sehingga akan jelas bahwa ini merupakan suatu perhatian khusus dari pernyataan misi gereja kita: Kita eksis untuk menyebarkan gairah bagi supremasi Allah dalam segala sesuatu untuk sukacita semua orang melalui Yesus Kristus. Tetapi saya menjelaskan bahwa tujuannya bukanlah untuk menanam gereja sembarang jenis. Saya memberikan beberapa deskripsi khusus padanya: berpusat pada Allah, meninggikan Kristus, sarat [maksudnya: dipenuhi, guyub, kental dengan] Alkitab, menggerakkan misi, memenangkan jiwa, mengejar keadilan, dan seterusnya.

Daftar isi

Pengejaran akan Keadilan

Ketika saya menggunakan istilah “mengejar keadilan,” saya memaksudkan setidaknya dua masalah: fokus Minggu ini pada kerukunan rasial dan fokus Minggu depan pada kekudusan hidup. Dua dari masalah-masalah besar negeri kita sendiri di sini pada awal abad ke-21 adalah masalah-masalah keadilan rasial dan keadilan bagi [janin] yang belum lahir. Saya percaya ada suatu kaitan antara menjadi gereja yang mengejar keadilan dan menjadi gereja yang berpusat pada Allah, meninggikan Kristus, dan sarat Alkitab.

Kita Perlu Menjadi Lebih Berpusat pada Allah, Meninggikan Kristus, Sarat Alkitab

Salah satu alasan dari gereja Injili – khususnya gereja Injili kulit putih (bahkan sebutan yang sangat disayangkan, sebagaimana “gereja kulit hitam”) – salah satu alasan kita belum mengejar keadilan rasial dan keadilan bagi janin yang belum lahir dengan gairah sepenuhnya adalah karena kita belum berpusat pada Allah, meninggikan Kristus, dan sarat Alkitab seperti yang kita pikirkan.

Ketika kita mengatakan, “Kita eksis untuk menyebarkan gairah bagi supremasi Allah dalam segala sesuatu untuk sukacita semua orang,” sudahkah kita sungguh-sungguh berpikir secara mendalam tentang bagaimana Allah ditinggikan dalam hubungan-hubungan rasial? Sudahkah kita berpikir tentang bagaimana Kristus sedang ditinggikan dalam hubungan-hubungan rasial? Sudahkah kita bertanya bagaimanakah Alkitab itu memenuhi pikiran, perasaan, dan tindakan kita tentang hubungan-hubungan etnis dan masalah-masalah ras dalam pendidikan, perumahan, ekonomi, dan komposisi tubuh Kristus? Apakah supremasi Allah dan kemuliaan Kristus serta berita Alkitab yang radikal membentuk pikiran, perasaan, dan tindakan kita dalam “segala hal untuk sukacita semua orang”?

Kelumpuhan Ketidaksempurnaan

Maka ketika kita berpikir tentang penanaman gereja, itu bukan karena kita telah sampai [pada kesempurnaan] dan karena itu siap untuk mereproduksi diri kita. Jika kita menunggu sampai kita telah sempurna untuk berani melakukan hal seperti itu, kita tidak akan pernah melakukannya – dan Anda tidak akan pernah menikah, atau tetap menikah, atau mengambil pekerjaan pertama Anda atau mempertahankannya, atau pergi ke dalam misi atau tinggal di sana, atau memutuskan untuk memiliki anak-anak atau memulai suatu pelayanan. Beberapa hal melumpuhkan orang baik lebih daripada ketidaksempurnaan mereka. Oh, kiranya Allah akan membangkitkan suatu bangsa yang mau mendengarkan dan belajar serta mengabaikan kritik yang melumpuhkan dari orang-orang yang tidak setuju. Kita tidak mengarah kepada penanaman gereja karena kita memiliki kesempurnaan, tetapi karena kita memiliki sebuah mimpi: bahwa sebuah gereja yang baru di sebuah tempat yang baru dengan para pemimpin yang berbeda akan melakukan beberapa hal jauh lebih baik daripada kita melakukannya di sini, ditarik oleh visi Alkitab yang sama.

Hiduplah untuk Perkara yang Besar, Bukan Kenyamanan yang Besar

Salah satu cara yang saya pikirkan tentang Menanamkan Gairah adalah bahwa kita sedang menanam suatu umat yang berkomitmen untuk hidup bagi perkara yang besar, bukan kenyamanan yang besar. Saya telah berkhotbah sebelumnya di bawah judul: Menjadi orang Kristen berarti harus bergerak ke arah kebutuhan, bukan kenyamanan Artinya, bangun pada pagi hari dan pergi tidur malam hari memimpikan bukan tentang bagaimana memajukan kenyamanan saya, melainkan bagaimana memajukan perkara besar yang berpusat pada Allah. Menanamkan Gairah berarti menanam umat yang tidak melewatkan hidup mereka siang dan malam untuk mengejar pemeliharaan diri dan peninggian diri serta rekreasi diri, tetapi yang mengejar sesuatu yang lebih besar dan lebih agung daripada diri mereka sendiri atau keluarga mereka atau gereja mereka.

Apakah Perkara yang lebih besar dalam hidup Anda? Minggu ini dan Minggu depan saya menanyakan, Akankah ada beberapa di antara Anda – ratusan di antara Anda – yang mengatakan, “Itu adalah perkara teragung dalam hidup saya untuk mengagungkan Yesus Kristus melalui keadilan rasial dan kerukunan rasial yang berpusat pada Allah, dan sarat Alkitab”? Atau yang mengatakan, “Itu adalah perkara besar dalam hidup saya untuk mengagungkan Yesus Kristus melalui keadilan bagi yang belum dilahirkan yang berpusat pada Allah dan dipenuhi Alkitab.” Oh kiranya Allah akan membangkitkan, melawan semua pemusatan pada diri sendiri dan kesetiaan sementara serta pengabdian yang tidak disiplin, pria dan wanita yang menopang perkara yang besar, bukan mengikuti cara adrenalin bekerja tetapi mengikuti cara jantung bekerja! Adrenalin menghasilkan dorongan energi yang dibutuhkan lalu membiarkan tubuh merosot. Jantung terus memompa kehidupan ke dalam tubuh pada saat yang baik maupun saat yang sulit, musim dingin dan musim panas, sedih dan bahagia, kuat dan lemah, sakit dan sehat! Oh, kiranya ada lebih banyak orang Kristen yang lebih koroner [maksudnya: yang bekerja seperti jantung] dalam perkara keadilan rasial, bukan hanya orang Kristen adrenalin [maksudnya: yang hanya bersemangat seketika waktu saja]!

Kita Perlu William Wilberforce-William Wilberforce

Siapa di antara Anda adalah William Wilberforce untuk zaman kita? Ia adalah orang Kristen yang mendalam, bersemangat Injili, dan terus-menerus bergairah dalam perkara keadilan rasial di Inggris. Pada tanggal 28 Oktober 1787 ia menulis dalam diarinya pada usia 28 tahun, “Allah yang Mahakuasa telah menaruh di hadapan saya dua objek besar, penindasan Perdagangan Budak dan Reformasi [Moral]” (John Pollock, Wilberforce, hlm. 69). Dalam peperangan demi peperangan di Parlemen, ia dikalahkan, karena perdagangan budak Afrika sudah terlalu banyak ditenun menjadi kepentingan finansial bangsa itu. Tetapi ia tidak pernah menyerah dan tidak pernah berdiam diri. Ia bukan orang Kristen adrenalin, tetapi orang Kristen koroner. Pada tanggal 24 Februari 1807 pada pukul 4.00 pagi, dua puluh tahun setelah ia menulis dalam jurnalnya, pemungutan suara yang menentukan diambil dan Perdagangan Budak menjadi ilegal. Pekerjaan itu masih belum selesai setelah bertekun 20 tahun. Bagaimana dengan kepemilikan-budak itu sendiri? Pada tanggal 26 Juli 1833, 16 tahun kemudian, dan tiga hari sebelum dia mati, pemungutan suara diambil, dan Perbudakan menjadi ilegal di Inggris serta seluruh koloninya.

Maka ketika saya berpikir tentang Menanamkan Gairah, saya berpikir tentang menanamkan sebuah gereja untuk mengembangbiakkan gairah macam ini – gairah seperti jantung, bukan gairah seperti adrenalin. Komitmen yang berpusat pada Allah, meninggikan Kristus, sarat Alkitab, mengejar keadilan dan tidak pernah mati kepada Perkara yang besar, bukan kepada kenyamanan.

Maka jika kita ingin menempatkan Allah di pusat dan meninggikan Kristus serta sarat Alkitab, marilah kita pergi ke kitab-kitab Injil dan mendengarkan Yesus serta memperhatikan Yesus mengakhiri etnosentrisme. Etnosentrisme – keyakinan atau perasaan bahwa kelompok etnis saya harus diperlakukan lebih tinggi atau diberi hak istimewa.

Lukas 4:16-30: Kerajaan Itu Secara Etnis Berbeda dengan yang Anda Pikirkan

Kita mulai di Lukas 4:16-30. Inilah anak rumahan yang kembali ke kota asalnya, Nazaret, setelah terkenal di Kapernaum. Ia pergi ke sinagoge pada hari Sabat dan sekumpulan orang datang untuk mendengarkan Dia. Dan apa yang Ia lakukan dalam berita ini hampir tidak masuk akal. Ia hampir menyebabkan kerusuhan. Dan Ia melakukannya dengan sengaja. Pertama, mereka memberi Dia gulungan Kitab Yesaya untuk dibaca, dan Ia memilih pasal 61. Itu adalah tentang Penebus yang akan datang yang akan membebaskan orang yang tertindas dan memberitakan tahun rahmat Tuhan (ay. 18b-19); dan Ia mengklaim bahwa itu digenapi pada saat mereka mendengar itu. Ayat 21: “Lalu Ia memulai mengajar mereka, kata-Nya: ‘Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya.’” Nah, itu mengherankan. Pokok berita utama: “Anak rumahan mengklaim sebagai Mesias.” Tetapi ini tidak akan menimbulkan kerusuhan. Ayat 22: “Dan semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya.” Hingga saat ini, segala sesuatunya baik saja.

Tetapi lihat apa yang Ia katakan berikutnya. Sama sekali tidak terduga! Tidak dapat dipahami jika apa yang Anda inginkan adalah pengikut-pengikut. Tidak dapat dipahami jika Anda hanya menginginkan pertumbuhan gereja. Ia memilih untuk menceritakan dua kisah dari Perjanjian Lama yang tepat menentang etnosentrisme kota asal-Nya sendiri. Ia hampir tidak dapat lebih ofensif lagi. Ia tahu apa yang akan menjadi respons mereka, karena Ia mengatakan di ayat 24, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya.” Dengan kata lain, Ya, kamu membenarkan Aku sekarang (ay. 22) padahal kamu punya konsepmu sendiri tentang apa yang akan Mesias lakukan, dan seperti apa kerajaan-Nya. Tetapi tunggu sampai Aku mengatakan kepadamu apa yang akan Aku lakukan dan akan seperti apa kerajaan-Ku nanti.

Lalu Ia menceritakan kisah nomor satu. Ayat 25-26, yang diambil dari 1 Raja-raja 17: “Dan Aku berkata kepadamu, dan kata-Ku ini benar: Pada zaman Elia terdapat banyak perempuan janda di Israel ketika langit tertutup selama tiga tahun dan enam bulan dan ketika bahaya kelaparan yang hebat menimpa seluruh negeri. Tetapi Elia diutus bukan kepada salah seorang dari mereka, melainkan kepada seorang perempuan janda di Sarfat, di tanah Sidon (Fenisia).” Tak disangka sama sekali, Ia menceritakan sebuah kisah tentang Allah yang melewati semua etnis Yahudi untuk membawa berkat yang ajaib kepada orang asing, bukan Yahudi, dari tanah Sidon (Fenisia). Dan Ia mengatakan hal ini dengan terang-terangan dan tegas tanpa memperhalus atau tanpa penjelasan: Ada banyak janda di Israel, tetapi Allah memberkati seorang asing.

Dan jika itu dirasa belum cukup, Ia menceritakan kisah kedua di ayat 27 dari 2 Raja-raja 5: “Dan pada zaman Nabi Elisa, banyak orang kusta di Israel dan tidak ada seorang pun dari mereka yang ditahirkan, selain dari pada Naaman, orang Siria itu.” Sekali lagi maksudnya adalah: dari semua orang yang dapat Allah pilih untuk disembuhkan dari penyakit kusta, Ia memilih seorang raja asing, seorang Siria, bukan orang Yahudi.

Kedua kisah ini tidak menghilangkan etnosentrisme Nazaret. Ayat 28: “Mendengar itu sangat marahlah semua orang yang di rumah ibadat itu. (29) Mereka bangun, lalu menghalau Yesus ke luar kota dan membawa Dia ke tebing gunung, tempat kota itu terletak, untuk melemparkan Dia dari tebing itu. (30) Tetapi Ia berjalan lewat dari tengah-tengah mereka, lalu pergi.” Mereka memahaminya, tetapi mereka tidak menyukainya.

Sekarang apa maksud kisah ini? Maksudnya adalah: Kerajaan yang sedang Aku bawa, Yesus katakan, secara etnis berbeda daripada yang kamu pikirkan. Tempatmu yang dipilih sebagai Israel belum menghasilkan kerendahan hati dan belas kasihan, tetapi kesombongan dan caci maki. Yesus adalah akhir dari etnosentrisme. Lihatlah kepada-Ku. Belajarlah dari Aku, Ia berkata, Aku telah datang untuk menebus umat dari semua kelompok etnis, bukan hanya satu atau beberapa. Celakalah kamu untuk kegagalanmu melihat dalam keadilan dan kemurahan Allah, gairah-Nya untuk mengumpulkan dari semua bangsa suatu kerajaan imamat dan teman-teman.

Matius 8:5-13: Iman kepada Yesus Menang atas Etnisitas

Apakah saya melangkah terlalu jauh dalam mengucapkan celaka atas orang-orang Nazaret ini? Putuskanlah sendiri ketika Anda mempertimbangkan kisah yang lain, kali ini dari Matius 8:5-13. Yesus menyelesaikan Khotbah di Bukit di Matius 5-7 dan kemudian, di Matius 8:1-4, Ia menjamah seorang kusta, yang paling dipandang hina dan diasingkan dari seluruh orang di Israel, dan menyembuhkan dia. Lalu di Matius 8:5 Ia masuk ke Kapernaum dan bertemu macam orang kedua yang paling dipandang hina dan menyakitkan hati – perwira Romawi, seperti seorang Marinir Amerika bagi pejuang kemerdekaan Taliban. Fakta bahwa Perwira khusus ini memiliki suatu popularitas di antara orang Yahudi (Lukas 7:3-5) dilewati oleh Matius. Itu tidaklah relevan untuk tujuan penulisan Matius. Orang ini adalah orang asing, orang bukan Yahudi. Itulah yang dimaksud Matius.

Apa yang akan menjadi maksud dari kisah ini? Perwira itu memohon kepada Yesus, seraya mengatakan, “Tuhan, hambaku terbaring lumpuh di rumah, tersiksa secara menakutkan.” Tanpa pertanyaan atau keraguan sedikit pun, Yesus berkata di ayat 7, “Aku akan datang menyembuhkannya.” Lalu Perwira itu mengatakan sesuatu yang Yesus anggap menakjubkan. Ayat 8: “Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. (9) Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: ‘Pergi!,’ maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: ‘Datang!,’ maka ia datang, ataupun kepada hambaku: ‘Kerjakanlah ini!,’ maka ia mengerjakannya.”

Ketika Yesus mendengar hal ini, ayat 10 mengatakan, Ia kagum. Lalu Ia mengambil seluruh situasi ini, yang oleh semua orang dianggap adalah tentang penyembuhan dan kuasa dan otoritas, kemudian Ia mengubahnya menjadi sesuatu yang sama sekali berbeda, yaitu, suatu situasi tentang komposisi orang asing dalam kerajaan [Allah] dan tentang bahaya-bahaya memercayai identitas etnis untuk berkat. Ayat 10b: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorang pun di antara orang Israel. (11) Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat-...” Timur dan Barat! Apakah maksud hal itu? Itu adalah Fenisia (Jalur Gaza), Mesir, Yunani, Arab, Persia (Yordan, Iran, Iraq, Afganistan, Pakistan, India, China). Dan apa yang akan terjadi ketika mereka datang – orang-orang asing ini dengan cara-cara dan pandangan-pandangan asing mereka yang tidak bersunat dan tidak halal itu? Ayat 11b: “... dan [mereka akan] duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Sorga, (12) sedangkan anak-anak Kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.”

Ini sungguh mengejutkan sekali! Anda harus merasakan kekuatan hal ini. Inilah yang sedang Yesus katakan kepada orang Israel pilihan bahwa orang-orang Romawi, seperti Perwira yang percaya inilah yang akan pertama masuk ke dalam Kerajaan Sorga, kemudian barulah segala macam etnis bangsa bukan Yahudi yang tidak suci, tetapi kamu, “anak-anak kerajaan,” akan dibuang ke dalam kegelapan. Hampir belum pernah terdengar pembicaraan seperti ini kepada ras pilihan. Apa yang sedang Ia katakan? Ia sedang mengatakan: Yesus adalah akhir dari etnosentrisme.

Atau untuk mengatakannya secara lebih positif: Yesus sedang mengatakan bahwa dengan kedatangan-Nya, suatu cara baru yang radikal untuk mendefinisikan umat Allah adalah demikian, yaitu, iman kepada-Nya. Iman kepada Yesus menang atas etnisitas. Ini terjadi berulang kali dalam kitab-kitab Injil:

  1. Kisah Orang Samaria yang Baik Hati – orang asing itu adalah pahlawan belas kasihan (Lukas 10:33).
  2. Penyembuhan sepuluh orang kusta, dan hanya satu orang kembali; dan siapakah dia? orang Samaria, orang asing yang bersinar dengan rasa syukur yang rendah hati (Lukas 17:16).
  3. Penyembuhan anak perempuan Siro-Fenisia (Markus 7:26).
  4. Penyembahan orang-orang bijak dari Timur, mungkin Persia atau Arab (Matius 2:1).
  5. Dan akhirnya kematian dan kebangkitan Yesus yang Ia sendiri interpretasikan lebih dahulu dalam perumpamaan penggarap-penggarap kebun anggur (Matius 21:33-43). Pemilik kebun anggur mengutus anak laki-lakinya untuk mengumpulkan buah dari umat-Nya. Mereka membunuh dia. Dan Yesus bertanya, “Apa yang akan pemilik itu lakukan?” Apa yang akan Allah lakukan ketika Anak-Nya ditolak oleh umat pilihan-Nya? Ayat 43 memberikan jawabannya: “Sebab itu, Aku berkata kepadamu, bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu.”

Bukan Warna Kulit, Tetapi Iman kepada Kristus

Inilah yang sedang ditunjuk Martin Luther King dalam pidatonya yang paling terkenal ketika ia mengatakan, “Saya memiliki mimpi bahwa suatu hari kelak empat anak saya yang masih kecil akan tinggal di suatu bangsa, di mana mereka tidak akan dinilai berdasarkan warna kulit mereka, tetapi berdasarkan isi dari karakter mereka.”

Yesus adalah akhir dari etnosentrisme. Bukan warna kulit tetapi iman kepada Kristus, itulah tanda dari Kerajaan. Noel dan saya sedang bernostalgia dalam percakapan kami di telepon kemarin, ketika kami berbicara kepada anak kami, Benjamin di Chicago. Kami mengenang Urbana 1967. Warren Webster ditanya di depan 15.000 murid, Bagaimana seandainya anak perempuanmu memutuskan untuk menikahi seorang Pakistan sementara kamu sedang melayani di sana? Jawabannya masih terdengar di telinga kami pada hari ini, sebagaimana saya berharap berita ini juga akan menjadi berita Anda: Lebih baik orang Pakistan Kristen yang miskin daripada bankir Amerika yang kaya, berkulit putih tetapi tidak percaya. Dengan kata lain, pokok masalahnya Kristus, bukan warna kulit. Yesus adalah akhir dari etnosentrisme.

Jika kita akan menanam sebuah gereja yang berpusat pada Allah, meninggikan Kristus, sarat Alkitab, dan mengejar keadilan, itu harus berakhir di sini juga. Dan sungguh suatu hal yang indah ketika itu berakhir, lalu semua suku bangsa, ras dan bangsa meninggikan Kristus bersama-sama. Oh Tuhan, buatlah itu terjadi!