Menyesal Tapi Tidak Hancur
Dari Gospel Translations Indonesian
Oleh Paul Tripp Mengenai Penggembalaan
Terjemahan oleh Melisa Harianto
Semakin lama Anda berada di dalam pelayanan pastoral, semakin Anda akan bergeser dari seorang astronot menjadi seorang arkeolog. Ketika Anda masih muda, Anda dengan semangat meluncur ke dunia yang tidak Anda kenal. Anda mempunyai semua keputusan besar dalam hidup dan pelayanan, dan Anda dapat menghabiskan waktu untuk menilai potensi Anda, dan mempertimbangkan berbagai kesempatan. Inilah waktunya untuk menjelajah dan menemukan. Inilah waktunya untuk pergi ke tempat di mana Anda belum pernah pergi sebelumnya dan melakukan apa yang belum pernah Anda lakukan sebelumnya. Inilah waktunya untuk mulai menerapkan keterampilan Anda dan mendapatkan pengalaman.
Tetapi dengan bertambahnya usia Anda di dalam pelayanan, Anda mulai melihat ke belakang setidaknya sama banyaknya dengan Anda melihat ke depan. Ketika Anda melihat ke belakang, Anda cenderung akan menggali gundukan peradaban yang merupakan masa lalu dan pelayanan Anda, kemudian mencari serpihan pikiran, keinginan, pilihan, perbuatan, kata-kata, keputusan, dan hubungan. Anda mau tidak mau harus menilai apa yang telah Anda lakukan terhadap apa yang telah diberikan kepada Anda.
Sekarang, siapa yang akan begitu sombong dan berani melihat ke belakang di dalam hidup dan pelayanan mereka, lalu berkata, "Setiap saat saya adalah sebaik yang saya bisa"? Tidakkah kita semua akan memegang serpihan-serpihan di tangan kita lalu merasakan setidaknya sedikit penyesalan? Tidakkah kita semua berharap seandainya kita dapat menarik kembali kata-kata yang telah kita ucapkan, keputusan yang telah kita buat dan perbuatan yang telah kita lakukan?
Jika kita semua bersedia dengan rendah hati dan jujur melihat pada hidup kita, kita akan dipaksa untuk menyimpulkan bahwa kita adalah manusia yang penuh cacat cela. Tetapi kita tidak perlu memukuli diri sendiri. Kita tidak perlu berusaha meminimalkan atau menyangkal kegagalan kita. Kita tidak perlu bersikap membela diri ketika kelemahan kita tersingkap. Kita tidak perlu menulis ulang sejarah untuk membuat diri kita terlihat lebih baik daripada diri kita yang sebenarnya. Kita tidak perlu menjadi lumpuh karena penyesalan. Kita tidak perlu mengalihkan diri dengan kesibukan atau obat-obatan terlarang.
Bukankah indah sekali bahwa kita bisa menatap langsung kegagalan kita yang paling dalam dan paling gelap tetapi tidak menjadi takut? Bukankah menenangkan bahwa kita dapat dengan jujur menghadapi saat yang paling membuat kita menyesal dalam hidup kita tetapi tidak hancur? Bukankah luar biasa bahwa kita dapat mengaku bahwa kita adalah pendosa tetapi tidak merasa takut atau tertekan?
Kita dapat melakukan itu semua karena, seperti Daud, kita telah belajar bahwa harapan kita di dalam hidup bukanlah pada kemurnian karakter kita atau kesempurnaan penampilan kita. Kita dapat menghadapi kenyataan bahwa kita adalah pendosa lalu beristirahat karena kita tahu bahwa Allah sungguh-sungguh ada dan Dia adalah Allah yang:
Pemurah,
Penuh kasih setia,
Berlimpah belas kasih.
Karena dia, maka ada harapan, yakni harapan akan pengampunan dan
awal yang baru.
Ya, kita dapat sungguh-sungguh mengakui dosa kita dan kegagalan kita dan tidak takut.