Tiga Cara Mencintai Suami Yang Tidak Sempurna
Dari Gospel Translations Indonesian
(←Membuat halaman berisi '{{info|Three Ways to Love Your Imperfect Husband}}<br> Kadang-kadang kita sepertinya mudah memenuhi peran alkitabiah sebagai seorang istri jika suami kita hanya melakuka...')
Revisi terkini pada 12:01, 11 Oktober 2022
Oleh Kim Cash Tate Mengenai Pernikahan
Terjemahan oleh Hanakoi
Anda dapat membantu kami memperbaiki terjemahan ini dengan meninjau untuk meningkatkan akurasi terjemahan. Pelajari lebih lanjut (English).
Kadang-kadang kita sepertinya mudah memenuhi peran alkitabiah sebagai seorang istri jika suami kita hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan.
Jika mereka memupuk kehidupan doa yang lebih kuat, kita akan merasa lebih baik untuk mengikuti jejak mereka. Jika mereka bertumbuh melalui pembelajaran Kitab Suci secara teratur, kita akan merasa terhormat untuk tunduk. Jika mereka mengasihi kita seperti Kristus mengasihi gereja, kita akan menghujani mereka dengan rasa hormat.
Tetapi panggilan kita tidak bergantung pada seberapa setia suami kita meninggalkan mereka. Kita berdiri di hadapan Tuhan sendirian, dan kita melakukan semua seperti kepada-Nya. Dan kenyataannya adalah lebih mudah untuk melihat di mana kekurangan orang lain — terutama ketika seseorang tinggal di bawah atap yang sama, dengan kebiasaan dan keanehan yang telah kita urai selama bertahun-tahun. Kita bisa menjadi seseorang yang pemilih dan kritis tentang apa kebutuhan mereka dan segudang kekurangan yang kita miliki.
Namun, itu adalah masalah yang sangat nyata jika suami kita tidak memupuk disiplin rohani seperti berdoa dan belajar Alkitab. Dan jika cinta kurang, itu benar-benar memilukan. Bagaimana kita mengesampingkan rasa sakit dan frustrasi kita sendiri dan menjalani panggilan kita sebagai istri Kristen? Bagaimana kita mengikuti seorang gembala yang tidak cukup menggembalakan? Berikut adalah tiga cara untuk mencintai suami Anda yang tidak sempurna.
1. Doakan Suamimu
Sebagai istri, doa adalah pelayanan kita yang paling kuat terhadap suami kita. Pola pikirnya bukanlah, "Saya kira saya akan berdoa karena tidak ada hal lain yang berhasil." Sebaliknya, itu adalah pikiran yang sepenuhnya diyakinkan bahwa doa harus menjadi yang pertama dan terutama - dan itu adalah layanan paling kuat dan efektif yang dapat kita berikan kepada suami kita.
Kami dapat berdoa untuk suami kami karena tidak ada orang lain yang bisa. Kita melihat pasang surutnya, suasana hatinya dan sikapnya, serta kekuatan dan kelemahannya. Kita lihat untuk apa dia mencurahkan waktunya. Dengan kata-kata dan tindakannya, kita melihat hatinya terhadap hal-hal Allah. Apa yang kita lakukan dengan wawasan ini adalah kuncinya. Kita dapat mencoba untuk "memperbaiki" hal-hal itu sendiri — dengan dorongan yang berubah menjadi omelan, atau koreksi yang berubah menjadi kritik. Atau kita dapat memercayai Gembala yang Baik untuk melakukan pekerjaan dalam waktu dan kuasa-Nya.
Doa mengundang Yesus untuk tinggal di tengah-tengah kepedulian dan perhatian kita terhadap suami kita. Itu mengubah dinamika. Kami tidak lagi fokus pada masalah tetapi pada orang yang bisa menyelesaikannya. Kita diingatkan bahwa tidak ada yang terlalu sulit bagi Tuhan. Sama seperti hati raja seperti saluran air di tangan Tuhan, sehingga dia dapat memutarnya ke mana pun dia mau (Amsal 21:1), hati suami kita sepenuhnya dapat diakses dan lunak di tangan Tuhan. Dia mampu mengubah hatinya ke arahnya. Melalui doa-doa kami, kami bergabung dengan suami kami untuk membawa perubahan.
Berdoa untuk suami kita juga bekerja di hati kita sendiri. Hati kita dilunakkan saat kita bersyafaat. Kita memperoleh kerendahan hati dan kasih sayang ketika kita menyadari bahwa kita berdua, suami dan istri, memiliki kekurangan dan sangat membutuhkan kasih karunia. Ini khususnya penting jika suami seseorang tidak mengenal Yesus sebagai Tuhan. Doa-doa kita adalah pengingat baru akan anugerah keselamatan yang kita terima, yang dapat dicurahkan Tuhan kepada suami kita untuk membawa perubahan penebusan.
2 . Dorong Suami Anda
Dipanggil oleh Tuhan sebagai kepala rumah tangga bukanlah beban yang membuat iri. Suami kita memikul harapan dan tanggung jawab di hadapan Tuhan yang sangat besar, termasuk kedalaman di mana mereka dipanggil untuk mencintai. Istri dipanggil untuk mengasihi suaminya (Titus 2:4), sedangkan suami dipanggil untuk mengasihi istrinya seperti Kristus mengasihi gereja dan menyerahkan diri-Nya untuknya (Efesus 5:25). Tidak peduli seberapa kuat seseorang berjalan dengan Tuhan, cinta yang berkorban adalah standar yang menakutkan. Memang, luasnya standar ilahi bagi para suami—kasih, menafkahi keluarga, membimbing keluarga secara rohani—dapat menyebabkan mereka lebih stres daripada yang kita sadari.
Meskipun mata kita secara alami tertuju pada area di mana suami kita perlu ditingkatkan, kita seharusnya mencari cara untuk memberkati mereka dengan dorongan. Ini tidak serta merta mudah, terutama jika kita telah melihat pola perilaku tertentu dari waktu ke waktu. Kita mungkin skeptis tentang perubahan positif apa pun. Itu tidak akan bertahan lama mungkin melayang di benak kita. Kita bahkan mungkin tergoda untuk meremehkan upaya yang dilakukan suami kita, yang menganggapnya tidak memadai.
Tapi saat kita bersyafaat untuk suami kita, sikap dan tindakan kita harus sejalan dengan tujuan akhir. Kita harus percaya bahwa perubahan itu mungkin dan mendorong bahkan gerakan kecil yang kita lihat. Saat kita mengucapkan kata-kata yang membangun dan memberikan kasih karunia (Efesus 4:29), kita tidak hanya menghidupkan kembali suami kita, tetapi juga pernikahan kita.
3. Mati untuk Diri Sendiri
Satu-satunya cara kita dapat benar-benar meninggalkan panggilan kita sebagai istri meskipun kita sendiri terluka dan frustrasi adalah dengan mati terhadap diri sendiri. Ini adalah panggilan utama kita sebagai orang percaya: untuk setiap hari menyalibkan daging kita agar Kristus dapat hidup sepenuhnya melalui kita. Dan ketika Kristus hidup melalui kita, kita mengalami kebesaran kuasa-Nya yang luar biasa.
Tuhan tahu kita tidak bisa menjadi istri yang Dia panggil kita dengan kekuatan kita sendiri - dan untungnya, dia tidak mengharapkan kita melakukannya. Ketika diri keluar dari jalan, Roh-Nya mengambil alih, menanamkan kita dengan rahmat dan kekuatan yang luar biasa. Kita bisa berdoa saat lelah berdoa dan mencintai saat "perasaan" hilang.
Kasih karunia menyoroti cara-cara kita dapat mendorong, membumbui ucapan kita, dan menenangkan semangat kita. Dan sementara kita menunggu Yesus menjawab doa-doa kita bagi suami kita, kasih karunia-Nya membuat mata kita tertuju pada Dia, Gembala kita yang Baik, yang pada akhirnya kita dipanggil untuk mengikutinya. Di sini terletak harta abadi. Saat kita berjalan dalam ketaatan pada panggilan kita sebagai istri, kita menemukan diri kita dalam persekutuan yang diberkati dengan Tuhan kita.